Page 196 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 196
terasa pengap, gerah. Aku sudah melepas jas, menggulung lengan
kemeja sembarangan, melempar sepatu. Satu jam lalu mobil
taktis merapat ke salah satu markas polisi. Mereka menyuruhku
turun, lantas mendorongku kasar memasuki gerbang tahanan.
Sipir bertanya, petugas bersenjata menyuruhnya jangan banyak
tanya, siapkan sel yang kosong. Sipir mengangguk, bergegas
melihat daftar selnya yang kosong, mengambil kunci, lantas me-
mimpin rombongan melewati lorong. Sudah lewat tengah ma-
lam, penghuni sel lain kebanyakan sudah tidur. Lengang, hanya
menyisakan derap sepatu yang memantul di lorong penjara.
Aku menghela napas untuk kesekian kali.
Kabar baiknya, tidak banyak nyamuk di penjara ini. Mereka
juga punya toilet di dalam sel, bersih, tidak bau. Tempat tidur
hotel prodeo ini lumayan. Jangan bandingkan dengan kasur busa
king size hotel sungguhan, tapi tetap lebih baik dibanding kamar
ranjang berasramaku dulu yang dua tingkat, selalu kriut-kriut
batang besinya jika penghuni atasnya gelisah dan mengigau.
Aku menghela napas lagi.
Entah apa yang dilakukan Kadek tiga jam lalu saat tiba di
dermaga, dan aku tidak ada di sana, juga tidak ada dokter de-
ngan suntikan insulin. Dia seharusnya bisa bertindak cepat dan
tenang. Ada banyak cara menyelamatkan Opa. Entah pula apa
yang terjadi di pertemuan nasabah besar Bank Semesta pukul
sebelas tadi. Seharusnya Ram bisa mengatasinya setelah aku
tidak kunjung datang. Maggie, aku mengusap wajah lagi, semoga
dia tidak menghubungi telepon genggamku empat jam terakhir.
Celaka benar urusan kalau dua bedebah yang menyita telepon
genggamku menyadari Maggie menyimpan banyak data tersisa.
194
Isi-Negeri Bedebah.indd 194 7/5/2012 9:51:11 AM