Page 191 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 191
”Baik. Lepaskan borgolnya!” dia meneriaki salah satu polisi.
Salah satu petugas meletakkan senjata, meraih kunci borgol,
membebaskan tanganku.
Aku menarik napas panjang. Tiga petugas lain masih meng-
arahkan senjata mereka ke tubuhku. Secepat apa pun aku be-
reaksi, tidak akan bisa mengalahkan kecepatan peluru. Aku
hanya bisa mengurut pergelangan tangan yang sakit, kembali
menghela napas.
”Nah, mana daftar asetnya, Thomas? Dan di mana Liem se-
karang berada?”
Aku menggeleng. ”Soal Om Liem, lebih baik dia sementara
dibiarkan bebas. Jika kalian menahannya sekarang, kalian tidak
akan leluasa mengambil seluruh aset miliknya. Ada banyak
petugas lain yang ikut tertarik, belum lagi puluhan wartawan
yang ingin tahu. Terlalu banyak yang curiga. Dia bisa ditangkap
kapan saja setelah urusan selesai, mudah saja melakukannya.”
Aku diam sebentar, menatap wajah dua orang di hadapan-
ku.
”Soal daftar aset, ada di telepon genggamku. Salah satu anak
buah kalian mengambil telepon itu tadi.”
Orang di hadapanku segera menoleh ke arah empat polisi
dengan moncong senapan terarah padaku. Sebelum diperintah,
salah satu dari polisi merogoh saku, memberikan telepon geng-
gam itu.
Aku menyeringai, urusan ini benar-benar berubah kapiran
sejak setengah jam lalu. Aku ibarat bidak catur yang dikepung
benteng dan kuda lawan, tidak ada tempat berkelit selain me-
ngorbankan menteri, senjata terakhir. Aku mengembuskan napas,
membuka file spreadsheet yang dikirimkan Maggie.
189
Isi-Negeri Bedebah.indd 189 7/5/2012 9:51:10 AM