Page 199 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 199
”Mudah saja, Bos,” aku berkomentar santai, bersandar nyaman
di sofa. ”Namaku bahkan tidak ada dalam daftar kalian, bukan?
Hanya tahanan yang dititipkan mendadak. Kalian bisa me-
ngarang, aku kabur, lihai sekali memukuli petugas. Bos besar
kalian paling juga hanya marah, dan kalian paling hanya di-
pindahtugaskan menjadi juru masak, tidak akan dipecat, apalagi
dipenjara. Tapi demi dua M, itu risiko yang berharga, bukan?”
Mereka berlima berbisik-bisik.
”Bagaimana kau akan membayarnya?” Komandan menye-
lidik.
”Baik. Ada yang punya telepon genggam? Aku transfer satu
M sekarang, sisanya aku transfer setelah aku berada di luar ge-
dung penjara kalian. Setuju?” Aku bersedekap.
Lima menit, dengan telepon genggam pinjaman dari ko-
mandan sipir, aku menelepon call center 24 jam, melakukan
transfer ke rekening milik komandan.
”Selesai. Nah, kalau kau tidak percaya, kau telepon istrimu
sekarang, suruh dia pergi ke ATM. Dia boleh jadi pingsan
melihat saldo rekening yang ada di layar ATM.”
Dasar bodoh, mereka sungguhan melakukan saranku. Aku
terpaksa menunggu setengah jam, sementara istrinya, yang pasti-
lah masih memakai daster, mata belekan, terbirit-birit meng-
hidupkan motor yang masih kredit belum lunas, pergi ke ATM
terdekat.
Komandan jaga menelan ludah, mendengar laporan istrinya
di seberang sana, lalu mematikan telepon genggam, mengangguk
padaku. ”Bagaimana dengan sisanya?”
”Tentu saja, satu M lagi aku transfer setelah aku bebas, Bos.”
Mereka berbisik-bisik, melirik licik.
197
Isi-Negeri Bedebah.indd 197 7/5/2012 9:51:11 AM