Page 204 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 204
melintas di perairan Kepulauan Seribu, menekan sirene kapal,
menyalakan lampu darurat, meminta perhatian mereka. Setiap
kapal besar pastilah membawa obat-obatan.”
Kadek menuangkan air ke dalam gelas. ”Tebakan saya benar,
Pak Thom. Bukan hanya insulin, bahkan di atas kapal itu juga
ada dokter yang bertugas. Opa segera mendapat pertolongan.”
Aku menerima gelas air segar dari Kadek, menghabiskannya
sekaligus, ikut menyengir lega. ”Kau memang selalu bisa diandal-
kan, Kadek.”
Kadek tertawa kecil. ”Bukankah Pak Thom sendiri yang ber-
pesan, saya jangan panik, saya tetap terkendali, saya selalu ber-
pikir jernih. Nah, saya mendapat pencerahan dari pesan itu. Pak
Thom-lah yang secara tidak langsung menyelamatkan Opa.”
Aku menepuk-nepuk bahu Kadek, menatapnya penuh
respek.
”Setelah memberikan pertolongan, dokter kapal itu menyaran-
kan agar kami kembali ke darat segera, Opa butuh istirahat.
Setelah saya timbang-timbang, benar juga, itu jauh lebih penting
dibanding terus mengambang di laut, menghindar dari kejaran
orang seperti perintah Pak Thom sebelumnya. Semoga Pak
Thom tidak marah melihat kapal ini merapat di dermaga. Dari
tadi saya menelepon nomor Pak Thom untuk memberitahukan,
sekaligus khawatir Pak Thom menunggu terlalu lama di dermaga
dengan alat suntik insulin, tapi tidak ada nada sambung. Telepon
genggam Pak Thom mati? Kehabisan baterai?”
”Telepon genggamku diambil orang, Kadek. Diambil maling
besar,” aku menjawab sekenanya. ”Tentu saja aku tidak keberatan
kau kembali merapat, kau selalu mengambil keputusan yang
benar.”
202
Isi-Negeri Bedebah.indd 202 7/5/2012 9:51:11 AM