Page 207 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 207
Tante. Wajah seorang ayah yang selalu menyayangi anak-anak-
nya—terlepas dari seberapa jahat dia pada dunia. Wajah orang
yang selalu kurindukan sejak usia enam tahun.
Om Liem menyeka ujung matanya. Aku bergegas menutup
pintu kamar.
***
Aku tetap berada di kapal hingga pukul lima pagi.
Aku menelepon Maggie, memastikan dia baik-baik saja. ”Aku
sedang dalam perjalanan menuju kantor, Thom. Jangan tanya
aku pulang jam berapa tadi malam. Hei, kau pakai nomor
telepon baru? Hampir saja tidak kuangkat, curiga ada polisi atau
malah agen FBI mencariku,” dia mengomel.
Aku mengangguk, tidak berkomentar apalagi bertanya. Yang
paling penting Maggie tidak telanjur menghubungi telepon
genggamku yang dikuasai dua orang itu. Maggie baik-baik saja.
”Kau bisa mencari kontak ke beberapa orang, Mag? Juga be-
berapa dokumen tambahan yang kuperlukan.” Aku mulai merinci
apa yang harus dia kerjakan.
”Astaga, Thom, aku sedang mengemudi. Tidak bisakah kau
mengirimkan e-mail? Dan asal kau tahu, aku terpaksa memutar
jalan, lewat belakang gedung. Jalan protokol ditutup, car free day.
Alangkah banyak sepeda melintas di hadapanku, dengan wajah-
wajah riang, berlibur, berolahraga, berkeringat,” Maggie menyahut
sebal.
Aku lagi-lagi mengangguk, tidak berkomentar.
”Baik. Akan segera kukirim e-mail, Mag. Terima kasih ba-
nyak.” Aku menutup percakapan.
205
Isi-Negeri Bedebah.indd 205 7/5/2012 9:51:11 AM