Page 211 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 211
UARA sendok terdengar di antara lenguh kapal yang me-
ninggalkan dermaga.
”Mereka berdua sudah merencanakan ini sejak lama, Opa.”
Aku menatap Opa lurus. ”Situasinya sama dengan puluhan ta-
hun lalu. Bahkan nyaris serupa, ada sesuatu yang rasa-rasanya
ganjil. Ada potongan yang hilang, tidak pernah terjelaskan.”
Opa balas menatapku, meletakkan sendok. Nasi goreng
spesial buatan Kadek masih tersisa separuh di atas piring.
”Ganjil seperti apa, Tommi?”
”Aku belum tahu, Opa. Yang aku tahu, mereka tidak sepintar
itu. Walaupun amat berkuasa, mereka juga tidak sekuat yang
mereka bayangkan. Pasti ada orang lain di belakang mereka.”
Opa menggeleng perlahan. ”Aku sudah terlalu tua untuk ber-
imajinasi sepertimu, Tommi. Maksudku, imajinasi dalam artian
positif, mengerti kaitan masalah, sambung-menyambung sebuah
penjelasan. Aku hanyalah pemain musik amatir. Sejak dulu aku
sudah bilang pada Liem dan papamu, Edward. Cukup. Keluarga
209
Isi-Negeri Bedebah.indd 209 7/5/2012 9:51:11 AM