Page 209 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 209
”Kau sudah mendapatkan jadwal audiensi dengan menteri,
Julia?” Aku memotong tawa.
Julia terdengar menggeliat, menggerutu. ”Tentu saja.”
”Jam berapa?”
”Astaga, Thom, maksudku, tentu saja kau tidak seperti pacar-
ku itu. Aku tahu kau meneleponku hanya untuk memastikan
jadwal yang kauminta, tidak lebih, tidak kurang. Sejak dari
London aku sudah tahu, kau jelas bukan lelaki yang romantis.
Kalaupun ada jejak romantisme dalam potongan yang amat kecil
di kepalamu, segera kau membuangnya jauh-jauh.”
”Fokus, Julia. Jam berapa?” aku memotong kalimatnya.
”Pukul sebelas nanti siang, Sir. Di kantornya. Puas?” Julia
berseru.
Aku tertawa. ”Terima kasih, Julia. Dan satu lagi sebelum
telepon ini kututup, kau jelas keliru. Bukankah kubilang di atas
pesawat penerbangan dari London, jika kau tertarik tentangku,
kita bisa diskusikan hal itu di lain kesempatan. Mungkin sambil
makan malam yang nyaman.”
Julia mengeluarkan suara puh pelan.
Aku masih tertawa sambil mengucap salam, memutus per-
cakapan.
Aku melirik jam di layar laptop. Sekarang hampir pukul
enam pagi, masih lima jam lagi sebelum pertemuan penting itu.
Aku kembali menulis e-mail untuk Maggie, teringat bahwa se-
mua data paling mutakhir tentang Bank Semesta tertinggal di
rumah peristirahatan Opa, meminta Maggie menyiapkan be-
berapa salinan di kantor. Aku membutuhkannya.
Waktuku semakin sempit, hanya 26 jam lagi sebelum Senin
pukul 08.00 besok pagi. Selain pertemuan dengan ketua komite
207
Isi-Negeri Bedebah.indd 207 7/5/2012 9:51:11 AM