Page 246 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 246
berjalan cepat ke tempat taksi terparkir rapi, membuka pintu,
mengempaskan badan di jok mobil, dan menyebut alamat kantor-
ku—tujuan pertama pagi ini. Aku harus mengambil salinan do-
kumen Bank Semesta dari Maggie.
”Bergegas, Bung. Semakin kau ngebut, semakin banyak tips
yang kuberikan.”
Sopir taksi mengangguk senang. Ditilik dari gurat wajah
mudanya, jelas dia bosan dengan aturan main harus mengendarai
kendaraan hati-hati dan nyaman. Belum lagi stiker di pintu mo-
bil, ”Laporkan ke nomor telepon ini jika pengemudi ugal-ugalan.”
Aku merestuinya.
Sopir taksi segera menekan pedal gas, sambil membanting
setir, lalu taksi berbelok, meluncur cepat meninggalkan dermaga
yacht.
Lima menit, mobil sudah melintasi tol yang lengang pada
Minggu pagi, langsung menuju pusat kota.
Aku meraih telepon genggam, saatnya menghubungi beberapa
orang.
”Astaga, Thomas! Kau dari mana saja?”
Ram, adalah orang pertama, dan aku sedikit menyesal meng-
hubunginya lebih dulu.
”Aku meneleponmu sejak pukul sepuluh tadi malam, Thomas.
Telepon genggammu tulalit. Berkali-kali kau membuatku ter-
jebak serbasalah menghadapi puluhan nasabah Bank Semesta.
Wajah-wajah cemas, meminta penjelasan, bahkan mereka ber-
teriak-teriak marah tidak sabaran. Mereka minta segera ke-
pastian, ingin tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kau gila,
Thom! Ke mana kau sebenarnya tadi malam? Aku tidak bisa
menangani mereka sendirian. Setengah jam lebih aku berusaha
244
Isi-Negeri Bedebah.indd 244 7/5/2012 9:51:12 AM