Page 247 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 247
menahan mereka, bersabar, menyuruh mereka menunggu hingga
kau datang. Sial! Jangankan hidung dan dahimu, telepon geng-
gammu mati.”
”Rileks, Ram,” aku menyela sebelum kalimat keluhan (sekali-
gus laporan) Ram tidak berkesudahan dan berlebihan. ”Kita bisa
meminta mereka kembali berkumpul, reschedule. Aku akan men-
jelaskan situasinya. Ini hanya soal pertemuan yang tertunda.”
Ram tertawa kecil, prihatin. ”Tidak perlu, Thom. Tanpa di-
suruh, mereka sudah berkumpul. Pagi ini sudah separuh nasabah
besar datang ke kantor pusat Bank Semesta, mendesak bertemu
dengan Om Liem. Ini hari Minggu, Thom, tapi mereka datang
dengan wajah seperti Senin yang menyebalkan. Berdiri di depan
kantor, terus menyuruh satpam membuka pintu.”
Aku menelan ludah. Itu kabar terbaru di luar dugaan. Aku
berpikir sejenak.
Aku melirik jam di dasbor taksi. Pukul 07.45, masih tiga jam
lagi janji pertemuan dengan menteri. Aku harus bergerak cepat,
waktuku tinggal 24 jam sebelum tenggat besok Senin, pukul
08.00.
”Baiklah, ini menjadi lebih mudah, Ram. Bilang ke mereka, aku
akan tiba di kantor lima belas menit lagi. Kita bahas segera ma-
salah ini. Kau juga minta nasabah besar lain bergegas datang.”
Aku mematikan telepon genggam sebelum Ram sempat ber-
komentar. Aku menjulurkan kepala ke depan, menyebut gedung
tujuan baru, kantor Bank Semesta.
Sopir taksi tidak banyak bertanya, hanya mengangguk, mata-
nya konsentrasi penuh ke depan.
Aku menekan nomor telepon kedua, Erik. Nada tunggu lama,
sial, tidak diangkat-angkat. Aku hampir menutup telepon, ber-
245
Isi-Negeri Bedebah.indd 245 7/5/2012 9:51:12 AM