Page 250 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 250
lagi kantor pusat Bank Semesta. Aku menarik napas dalam-
dalam, kalimatku tadi kepada Erik tidak bergurau. Dengan
situasi yang terus serius jam demi jam, ada banyak kemungkinan
buruk di hadapanku, termasuk yang terburuk sekalipun.
Aku mengembuskan napas. Baiklah, telepon ketiga pagi ini.
”Halo, Thom. Bukankah kau baru dua jam lalu meneleponku?
Ini membuatku tersanjung. Kau amat perhatian padaku.” Suara
Julia terdengar renyah. ”Tapi kalau kau bertanya apakah aku
sudah bersiap-siap menuju kantor menteri, aku bahkan sudah di
gedungnya. Berkumpul bersama belasan wartawan lain yang men-
cari tahu kabar terakhir. Semoga jadwal pertemuan kita tidak
dibatalkan di detik terakhir. Banyak sekali orang yang ingin
menemui beliau dalam situasi seperti ini.”
Aku menyengir, memutuskan tidak bertanya soal itu.
”Kau memang wartawan terbaik review terkemuka, Julia,” aku
memuji.
Julia tertawa. ”Sepertinya tiga hari lalu, di atas pesawat, kau
bahkan melihatku sebelah mata pun tidak, Thom. Aku tidak
lebih anak SMA yang baru belajar ilmu ekonomi, bukan?”
”Hei, semua orang berubah pikiran, Julia. Lagi pula, kalau kau
ingin sebuah hubungan berhasil, entah itu pertemanan, atau
lebih dari itu, kau harus terbiasa menyesuaikan diri, selalu ber-
ubah.” Aku ikut tertawa. Setelah kejadian ditembaki satu pasuk-
an polisi tadi pagi, bergegas kembali ke dermaga, naik taksi,
menelepon Ram dan Erik, percakapan pendek dengan Julia se-
pagi ini membuatku lebih santai. Mendengar suaranya yang
riang, aku lupa kemarin siang kami diborgol bersama.
”Kau tidak sedang menggodaku dengan mengatakan kalimat
itu, bukan?”
248
Isi-Negeri Bedebah.indd 248 7/5/2012 9:51:12 AM