Page 276 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 276
UANGAN menteri, untuk seseorang yang disebut salah
satu wanita paling perkasa di Asia menurut majalah terkemuka
itu, terlihat sederhana. Aku dan Julia (yang masih berusaha me-
mulihkan tampang masam karena dipanggil Nenek Lampir)
terus melangkah menuju meja kerjanya. Ibu Menteri sudah ber-
diri sejak melihat kami masuk. Wajahnya datar, tanpa senyum—
siapa pula yang bisa tersenyum dengan gejolak krisis dunia?
”Selamat pagi.” Dia lebih dulu menjulurkan tangan, sikap khas
seorang gentleman—meski jelas dia seorang woman.
Aku mengangguk takzim, berjabat tangan, memperkenalkan
diri. Julia menyusul kemudian.
”Maaf, kami terlambat beberapa detik,” aku basa-basi.
”Tidak masalah,” Ibu Menteri mengangguk, berkata cepat de-
ngan intonasi tegasnya, ”walaupun terlambat adalah terlambat.
Tidak ada bedanya terlambat beberapa detik dengan terlambat
beberapa jam, bukan? Tetapi lupakan saja, silakan duduk.” Ibu
274
Isi-Negeri Bedebah.indd 274 7/5/2012 9:51:12 AM