Page 279 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 279
hindari terkena bola, bukan?” Aku memasang wajah sungguh-
sungguh.
Ibu Menteri sejenak diam, lantas tertawa renyah. ”Bola kasti,
astaga, itu sungguh pemanis awal percakapan yang orisinal. Kau
jelas bukan wartawan kebanyakan. Siapa namamu tadi?”
”Thomas, Bu.” Aku tersenyum.
”Ya, Thomas, itu mudah saja kalau kau sering diburu warta-
wan, tidak perlu trik istimewa. Ada beberapa pintu masuk di
gedung ini, kau tinggal parkir mobil di luar, berjalan kaki seperti
orang kebanyakan, menyelinap lewat pintu belakang, beres. Dan
omong-omong soal bola kasti, waktu SD, saya pemain yang bu-
ruk sekali, Thomas. Berkali-kali kena timpuk bola, menjadi sa-
saran teman lelaki yang lebih besar. Hei, siapa pula di antara
kita yang tidak pernah main bola kasti sewaktu kecil? Padahal
bolanya itu untuk bermain tenis lapangan, bukan?”
Kami menghabiskan lima menit pertama untuk nostalgia.
Sepertinya itu menjadi selingan yang menarik bagi Ibu Menteri
dibanding dipuji terlihat selalu cantik dan segar.
”Rapat komite akan diadakan sore ini, segera setelah semua
anggotanya berkumpul. Kalian wartawan pertama yang men-
dengar konfirmasi ini,” Ibu Menteri menjawab pendek pertanya-
an pertama Julia. Wawancara telah dimulai, lima menit kemudi-
an.
”Belum tahu. Rapat akan dilakukan maraton sepanjang malam
hingga keputusan diambil. Ini boleh jadi salah satu proses peng-
ambilan keputusan yang melelahkan.” Jawaban atas pertanyaan
kedua Julia.
”Seandainya Bank Semesta tidak diselamatkan, apakah peme-
rintah sudah siap mengatasi?”
277
Isi-Negeri Bedebah.indd 277 7/5/2012 9:51:12 AM