Page 277 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 277
Menteri menunjuk sofa simpel berwarna gelap di ruangannya.
Meja kecil di depan sofa dipenuhi tumpukan berkas.
Aku menelan ludah. Benar-benar tipikal pejabat tinggi yang
suka berterus terang.
Julia melirikku—lirikan yang jelas menyalahkanku.
Telepon di meja kerjanya berbunyi—menyelamatkan situasi
kebas barusan. Ibu Menteri mengangguk kepada kami, meminta
izin sejenak, dan sebelum kami balas mengangguk dia sudah
melangkah cepat ke meja, mengangkat gagang telepon, dan se-
kejap sudah terlibat percakapan seru berbahasa Inggris mengenai
situasi terakhir krisis subprime mortgage di luar sana. Aku sung-
guh berusaha tidak menguping—karena meskipun aku seorang
bedebah, itu melanggar etika mana pun, tetapi Julia dengan se-
nang hati menulis beberapa kalimat penting yang terdengar lan-
tang. Aku menyikut Julia. Dia mengangkat bahu, memasang
wajah tanpa dosa.
”Itu dari salah satu analis dana moneter internasional, IMF.”
Ibu Menteri sudah kembali, beranjak duduk di hadapan kami,
”Kolega dekat. Dia berbaik hati memberikan briefing kabar ter-
baru. Oh iya, tidak masalah bukan kalau wawancara kita di-
selingi pekerjaan, satu-dua telepon? Susah sekali menyisihkan
waktu tiga puluh menit dalam situasi seperti sekarang.”
Aku dan Julia (tentulah) mengangguk—kompak, berbareng-
an.
”Ini situasi rumit, kalian lebih dari tahu. Tadi malam ketika
Shambazy menelepon, meminta jadwal audiensi mendadak, saya
sebenarnya keberatan. Sayangnya, saya tidak pernah bisa me-
nolak permintaan Shambaz. Dia teman baik sejak kuliah, ketua
senat kami.”
275
Isi-Negeri Bedebah.indd 275 7/5/2012 9:51:12 AM