Page 281 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 281
fluktuatif. Pihak bank sentral punya penjelasan lebih baik. Tetapi
menurut saya tetap saja situasi masih terkendali.”
”Jika demikian, apakah Ibu Menteri memilih membiarkan
Bank Semesta ditutup?” aku akhirnya ikut bertanya, tidak sabar-
an dengan prosesi wawancara Julia. Saatnya langsung ke topik
paling penting.
”Rapat komite baru dimulai nanti sore, Thomas.” Ibu Menteri
melambaikan tangan, gerakan khasnya. ”Sudah saya katakan dua
kali. Kau termasuk pelupa untuk orang semuda dirimu.”
”Ibu benar, baru nanti sore. Tetapi kita terkadang telah meng-
ambil keputusan bahkan sebelum keputusan itu dibuat. Rapat,
diskusi, dengar pendapat, itu terkadang hanya proses mencari
argumen, alasan sebuah keputusan, bukan untuk mengambil ke-
putusan itu sendiri,” aku berkata dengan intonasi datar ter-
kendali, menatap lurus ke arah wajah Ibu Menteri.
Ruangan menjadi lengang sejenak.
Ibu Menteri balas menatapku, tersenyum tipis. ”Kau memang
tidak seperti wartawan kebanyakan, Thomas.”
”Apakah Ibu sudah memutuskan?” Aku tersenyum, memasti-
kan.
”Baiklah. Tetapi bagian yang ini off the record, pastikan kalian
tidak mengutipnya dalam berita. Kau bertanya apakah saya se-
cara personal memilih membiarkan Bank Semesta ditutup?
Justru saya akan bertanya balik, apa untungnya bank itu di-
selamatkan? Dalam teori ekonomi modern, pemberian subsidi,
penetapan harga tertentu, pengenaan kebijakan fiskal untuk me-
lindungi sebuah industri, dan sebagainya, adalah pilihan terakhir.
Kita selalu membiarkan pasar bekerja sendiri, apa adanya. Ba-
nyak orang bilang saya penganut neolib, bukan? Kaki tangan
279
Isi-Negeri Bedebah.indd 279 7/5/2012 9:51:12 AM