Page 299 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 299
karena jelas, dengan pengalaman hidupnya, meski Opa tidak
pernah sekolah, pengetahuannya luas dan membekas. Aku lebih
memikirkan, buat apa aku diajari soal ini. Ini berbeda dengan
belajar mengemudi speedboat, menembak, atau menyetir mobil.
Awalnya hanya bunga, pohon, atau tanaman yang memang
tidak lazim, tidak pernah kudengar, dan langka tumbuh di iklim
tropis. Tetapi semakin siang, Opa mulai menunjuk jenis tanaman
yang sejatinya banyak sekali berada di halaman rumah keba-
nyakan. Aku menelan ludah, bahkan satu-dua jenis tanaman itu
dihidangkan di meja makan.
”Kau pernah makan singkong mentah, Tommi?” Opa menyeri-
ngai.
Aku buru-buru menggeleng.
”Jangan pernah lakukan. Beberapa jenis singkong, ketela po-
hon, atau apalah orang menyebutnya mengandung racun sianida
dengan kadar yang lebih dari cukup untuk membunuhmu.”
Dengan suara perlahan, Opa menjelaskan.
”Masa-masa itu, ketika kehidupan semakin sulit, banyak
orang-orang kampung yang mencari tumbuhan yang bisa di-
makan dalam hutan. Kemarau panjang, paceklik, gagal panen,
tidak ada bantuan, mereka memakan apa saja yang bisa dimakan.
Di beberapa tempat disebut gadung, aku akan menyebutnya ubi
kayu hutan saja. Jika kau tidak becus memasaknya, tidak cukup
matang prosesnya, satu keluarga penuh, atau seluruh kampung
bisa binasa dalam satu malam.”
Aku bergidik, teringat tadi pagi Tante menghidangkan cake
dari ketela pohon.
Opa tertawa. ”Tenang, Tommi, kalau kau masak dengan be-
nar, racun sianidanya akan hilang, bahkan tidak semua orang
297
Isi-Negeri Bedebah.indd 297 7/5/2012 9:51:13 AM