Page 300 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 300
tahu bahwa singkong itu berbahaya. Kita tidak akan bisa ber-
jalan-jalan di kebun lagi jika tantemu salah memasaknya.”
Itu sungguh bukan gurauan yang menarik. Aku perlahan
mengembuskan napas.
Persis saat matahari di atas kepala terik membakar ubun-
ubun, Opa melambaikan tangan, mengajakku kembali ke rumah
peristirahatan. Aku lebih banyak diam saat Opa mengemudi
mobil.
”Kau tidak suka pelajaran hari ini, Tommi.” Opa berkata tak-
zim.
Aku bergumam antara terdengar dan tidak.
***
Dua puluh tahun berlalu sejak pelajaran itu.
”Ada berapa orang di atas sana?” aku bertanya cepat.
”Setidaknya enam orang, Pak Thom,” satpam kantor men-
jawab ragu-ragu. ”Mungkin juga lebih. Saya tidak sempat meng-
hitung. Mereka baru tiba setengah jam lalu, berseragam dan
bersenjata. Beberapa memakai topeng. Mereka langsung menero-
bos meja depan. Jangankan menahannya, bertanya saja kami ti-
dak berani.”
Aku mengusap dahi. Urusan ini serius sekali. Itu pasti
rombongan petugas yang tadi malam menangkapku. Seharusnya
aku segera menyuruh Maggie menyingkir, bekerja dari lokasi
alternatif yang lebih aman. Dengan telepon genggamku dipegang
bintang tiga itu, soal waktu mereka bisa menyisir satu per satu
orang kepercayaanku, dan Maggie jelas ada di urutan pertama.
”Apakah mereka yang kemarin menyergap kita di Waduk
298
Isi-Negeri Bedebah.indd 298 7/5/2012 9:51:13 AM