Page 302 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 302
setengah lusin pasukan, kami berempat—aku, Julia, Opa, dan
Om Liem—kemarin sore bahkan tidak bisa kabur jika tidak ada
bantuan Rudi.
Telepon genggamku berbunyi.
Nomor telepon Maggie.
”Halo, Thomas. Kau butuh berapa lama lagi, hah?” Suara
berat itu langsung bertanya, intonasinya tidak main-main.
”Aku masih dalam perjalanan.”
”Waktumu habis, Thomas.”
”Aku perlu waktu untuk tiba di kantor. Ayolah, lima belas
menit lagi. Aku pasti datang,” aku berseru, mengucapkan apa
saja yang terpikir di kepala, termasuk kemungkinan menunda-
nunda, memperlambat.
”Sayangnya, aku tidak punya waktu selama itu, Thomas. Jika
lima menit dari sekarang kau tidak menampakkan hidung di
ruangan kantor ini, stafmu yang cekatan ini sudah telanjur di-
bawa ke penjara, dan tidak akan ada lagi jalan kembali untuk-
nya.” Pembicaraan diputus.
Aku berseru jengkel, hampir membanting telepon genggam.
Hei, tidak bisakah dia bicara lagi sebentar, bernegosiasi? Dasar
tabiat pengecut. Dia seharusnya tidak melibatkan orang lain
dalam urusan ini—apalagi Maggie.
”Bagaimana?” Julia bertanya cemas.
Sebuah motor bebek pengantar pizza melintasi gerbang sat-
pam.
”Kau tidak akan menyerbu langsung ke atas, bukan?” Julia
bertanya panik saat melihat tanganku bergerak ke arah revolver
di pinggang, di balik jas rapi.
300
Isi-Negeri Bedebah.indd 300 7/5/2012 9:51:13 AM