Page 30 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 30
mu, Thomas. Aku tidak punya ide akan bertahan berapa ronde
kau dengan tampang kuyu seperti ini. Kau baru pulang dari
London, bukan?”
Rahangku mengeras, tidak balas berkomentar.
”Omong-omong, berapa lama kau tertahan di bandara? Dua
jam?”
Gerakan tanganku yang memastikan sarung tinju telah ter-
pasang sempurna jadi terhenti. Aku menoleh, berpikir cepat, ber-
seru galak, ”Dari mana kau tahu aku tertahan di sana dua jam?”
Randy terkekeh. ”Seharusnya aku menahanmu lebih lama lagi,
Sobat. Tiga-empat jam misalnya, tetapi kalah WO membuat
uang taruhan batal, dan itu jelas tidak lebih seru dibandingkan
melihat Thomas yang hebat tersungkur di lantai dengan wajah
berdarah-darah.”
Aku melompat, tanganku bergerak cepat hendak memukul
Randy—sekalian menguji apakah sarung tinjuku sudah sem-
purna mencengkeram. ”Dasar bedebah! Ternyata kau yang
sengaja menghambatku di loket imigrasi.”
Theo lebih dulu menahanku, berbisik, ”Simpan pukulanmu
untuk Rudi. Jangan sia-siakan.”
Aku tersengal, berusaha mengendalikan diri, tentu saja urusan
ini bisa dimengerti. Randy adalah pejabat tinggi di kantor imi-
grasi. Dia punya kekuasaan untuk melakukannya.
”Kenapa kau harus marah, Thom? Semua sah dan boleh-
boleh saja dalam pertarungan, bukan?”
”Tutup mulutmu!” aku berseru marah.
Randy justru kembali tertawa ringan.
Suara teriakan di ruangan pertarungan terdengar kencang
hingga ruang ganti. Sorakan-sorakan itu menyuruh seseorang
28
Isi-Negeri Bedebah.indd 28 7/5/2012 9:51:07 AM