Page 35 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 35
Kakiku gemetar, entah sudah seperti apa wajahku, dihabisi
pukulan terbaik Erik.
”Ini hebat, Sobat. Untuk orang yang baru pertama kali ber-
gabung dan langsung bertarung, kau membuat rekor.” Randy
tertawa senang, membantu melepas sarung tinjuku, memberikan
minuman segar. ”Kau orang pertama yang bertahan hingga ronde
ketiga.”
Theo hanya menyengir, menatap wajah lebamku. Sedangkan
belasan anggota klub lainnya menepuk-nepuk bahu, bilang se-
lamat bergabung, menjulurkan tangan, berkenalan, memuji
pertarungan seru barusan.
Terlepas dari kondisiku yang babak belur, ini sungguh hebat.
Aku tidak pernah merasakan antusiasme, semangat, tegang, atau
apalah menyebutnya saat bertarung, saat mengirim pukulan, dan
saat menerima pukulan bertubi-tubi. Rasa-rasanya seluruh
tubuhku meledak oleh ekstase kesenangan. Sejak malam itu,
pertarungan pertamaku, aku memutuskan menjadi petarung.
Tiga tahun berlalu, lebih dari belasan kali aku menghadapi
anggota klub lain, dan hanya itulah pertama kali dan untuk
terakhir kali aku tersungkur, sisanya jika tidak menang, kami
sama-sama masih berdiri gagah hingga lonceng bel ronde ter-
akhir berbunyi.
Aku tumbuh menjadi petarung hebat. Aku membalas Erik di
pertarungan setahun kemudian, bahkan aku membuat Randy
tersungkur tiga bulan lalu. Satu-satunya petarung klub yang
tidak pernah kukalahkan adalah Rudi. Dua kali kami bertarung,
dua kali pula berakhir seri.
”Jadwalmu sekarang, Thom.” Seseorang memukul pintu ruang
33
Isi-Negeri Bedebah.indd 33 7/5/2012 9:51:07 AM