Page 40 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 40
Baiklah. Aku meletakkan gagang telepon. Beranjak menuju
pintu kamar lebih karena ingin tahu siapa yang mendatangiku
malam-malam.
”Selamat malam, Thomas.”
Hanya ada dua orang yang berdiri di depan pintu. Satu orang
kukenali, satunya tidak.
”Sejak empat jam lalu kami mencarimu.” Ram, orang yang
kukenali itu, tersenyum lelah. ”Kebiasaanmu yang jarang tinggal
di rumah, memilih menginap di hotel menyulitkan ka...”
”Langsung saja, apa keperluan kalian?” Aku tidak punya
waktu mendengar basa-basi.
”Sudah tersambung, Pak.” Orang yang tidak kukenali berbisik,
menyerahkan telepon genggam.
Ram mengangguk, menerima telepon genggam itu, lantas
memberikannya padaku. ”Ada seseorang yang ingin bicara de-
nganmu, Thomas. Situasinya genting sekali.”
Siapa? Aku ragu-ragu menerima telepon genggam itu.
”Halo, Tommi.”
Suara tua, terdengar serak dan bergetar, suara yang justru
seketika membuat kemarahanku kembali memuncak.
”Jangan, jangan ditutup dulu teleponnya, Tom.” Orang itu
terbatuk sebentar. ”Aku tahu kau masih membenciku. Tetapi aku
tidak punya pilihan, Nak. Aku harus memberitahumu...
”Sungguh jangan tutup teleponnya dulu, Tommi. Aku tahu
kau tidak peduli lagi denganku, kau juga tidak akan peduli kalau
kuberitahu rumah orang tua ini sudah dikepung, satu peleton
polisi berkumpul di halaman rumah, mereka seperti akan me-
nangkap teroris saja. Tetapi, tantemu, Tommi, kesehatannya
38
Isi-Negeri Bedebah.indd 38 7/5/2012 9:51:07 AM