Page 318 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 318
kenal. Kalau dia sudah menyebut-nyebut pekerjaan, gaji, dan
sebagainya, berarti dia memang baik-baik saja.
”Tadi… suara tembakan tiba-tiba membuatku takut sekali.”
Maggie menghela napas, suaranya sedikit tercekat. ”Di dalam lift
yang sempit dan bergetar, kaca berhamburan, percikan nyala api
dari lampu yang pecah, delapan orang berkelahi. Semua kacau-
balau. Tidak ada yang mendengarkan teriakanku.”
Aku menelan ludah. Gerakan tangan Julia terhenti.
”Saat tiarap, aku sempat berpikir semua akan berakhir di lift,
ada peluru yang mengenaiku, darah mengalir, mati... Kakiku
bahkan masih gemetar sekarang.” Maggie menyeka wajahnya
sekali lagi dengan tisu basah. ”Aku takut sekali…”
Kabin mobil lengang sejenak. Maggie hendak menangis lagi.
”Kau salah satu wanita tangguh yang pernah kukenal, Mag.”
Julia membesarkan hati. ”Tidak semua orang bisa bertahan da-
lam lift dengan kejadian seperti itu, bahkan aku tidak yakin bisa
pergi dari sana tanpa ditandu, pingsan.”
”Terima kasih.” Maggie sejenak menatap Julia, tersenyum
lebih baik.
Julia balas tersenyum, mengangguk.
Aku menyengir. ”Kalian sekarang terlihat akrab sekali. Kau
seperti lupa saja, dua jam lalu Maggie masih memanggilmu
Nenek Lampir, Julia.”
Kali ini Julia sungguhan melemparku dengan kotak tisu.
***
Lima belas menit lalu, Rudi memimpin rombongan keluar dari
lobi kantor. Dia berlari menuju parkiran, mengambil mobilnya.
316
Isi-Negeri Bedebah.indd 316 7/5/2012 9:51:13 AM