Page 372 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 372
”Bagaimana kau tahu ada yang menjual jas mereka di sini?”
Rudi bertanya.
Kami melangkah menuju ruangan besar konvensi.
”Tentu saja dijual. Ada dua ribu peserta konvensi. Orang-
orang politik sedang bergaya. Kau bisa menjual apa saja kepada
mereka,” aku menjawab santai. ”Menurut perhitunganku, tidak
jauh dari sini, bahkan ada meja atau lapak yang menjual jamu
kuat, dengan sales wanita cantik.”
”Jamu kuat?”
”Ya. Apa lagi? Rapat besar berlangsung tiga hari dua malam.
Mereka butuh stamina, bukan? Kau pikir mereka sepertimu
yang bertugas sepanjang siang, dua puluh empat jam, tapi malam-
nya masih kuat bertinju memukuli lawan di klub petarung. Itu
doping, entah apa pun gunanya.”
Rudi ber-oh pelan.
Aku menyengir, tidak berniat membahas lebih lanjut,
mengeluarkan telepon genggam dari saku.
Kami persis berada di depan pintu ruangan auditorium.
Penjaga meja depan menanyakan ID Card saat kami melangkah
masuk. Kami tidak punya. Aku harus menelepon Erik, makelar
pertemuan ini. Sementara Rudi asyik menonton, melalui pintu
besar yang terbuka lebar, petinggi partai sedang pidato berapi-api
nun jauh di atas panggung sana.
Dua kali nada panggil.
”Thomas? Astaga, kau di mana sekarang?” Erik langsung
berseru.
”Di Denpasar, di mana lagi?” aku balas berseru. Suara pidato
yang disambut teriakan ”Merdeka!” berkali-kali oleh ribuan
peserta memekakkan telinga. ”Aku sudah di lokasi konvensi, di
370
Isi-Negeri Bedebah.indd 370 7/5/2012 9:51:14 AM