Page 374 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 374
ingin bertemu dia, bukan kau saja donatur partai. Ini membuat
reputasiku rusak, Thom. Mereka pikir aku main-main. Kau ke
mana saja, hah? Bahkan pesan dariku tidak ada reply?”
”Aku di pesawat, Erik, bukankah sudah kubilang. Telepon
harus dimatikan,” aku menjawab ketus, mengembuskan napas.
Urusan ini benar-benar jadi kapiran. Siapa pula yang akan me-
nerima telepon jika di belakang ada pasukan bersenjata menge-
jar? Lagi pula, dengan situasi di bandara yang rumit, mana
sempat aku memeriksa telepon genggam, membaca pesan dari
Erik?
”Jangan-jangan kau baru tiba di Denpasar?” Erik bertanya.
”Iya, penerbangan barusan. Baru lima menit di arena kon-
vensi.”
”Astaga, Thomas. Kenapa kau tidak berangkat dari tadi pagi?
Atau segera setelah aku mendapatkan jadwalnya? Bukankah kau
sendiri yang bilang pertemuan itu superpenting? Kau gila, baru
tiba di lokasi konvensi lima menit sebelum jadwal. Mereka sibuk,
orang-orang politik, amat fleksibel dengan waktu. Terserah me-
reka membatalkan atau memajukan jadwal pertemuan. Kau
seharusnya tahu itu, Thomas.” Erik sepertinya memukul sesuatu
di kamar apartemennya, tidak percaya bahwa aku datang begitu
tergesa-gesa ke Denpasar.
Aku menyumpahi Erik dalam hati. Dengan semua rusuh,
bagaimanalah aku bisa datang lebih cepat? Dia tidak mengalami
sendiri diberondong belasan senapan semiotomatis dari dermaga
yacht.
Pidato petinggi partai di podium semakin hebat. Dia sedang
semangat membahas visi kebangsaan, cita-cita partai yang segaris
lurus dengan cita-cita pendiri negara. Peserta konvensi tampak-
372
Isi-Negeri Bedebah.indd 372 7/5/2012 9:51:14 AM