Page 371 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 371
depan hotel yang disesaki peserta konvensi. Mataku mencari
sesuatu.
”Nah, itu dia.” Aku melangkah cepat.
Tanpa bertanya banyak, Rudi bergegas mengikuti.
Kami tiba di lapak yang menjual pernak-pernik partai. Aku
tidak perlu memilih dua kali, mengambil ukuran yang terlihat
paling pas. Rudi menyengir. Dia ragu-ragu ikut meraih salah
satu jas berwarna lembayung yang tergantung rapi di hanger pa-
jangan.
”Ayolah, aku yang traktir.” Aku tertawa melihat tampang ma-
sam Rudi yang baru mengerti ideku.
Aku melepas mantel besar, melempar topi longgar, mengena-
kan jas lembayung yang kupilih. Ukurannya cocok, pas di badan.
Bertanya pada penjualnya, tidak menawar, kubayar dua jas lang-
sung.
”Lihat, kau sekarang tidak ada bedanya dengan petinggi partai
yang hilir-mudik.” Aku menyengir melihat Rudi yang sedikit
tidak nyaman dengan kostum barunya. ”Anggota dewan juga,
Bos? Daerah pemilihan mana?”
Rudi kali ini ikut tertawa, melambaikan tangan.
Ini perubahan yang kontras. Tiga jam lalu kami masih ber-
kelahi di dalam lift sempit, menghajar enam anggota pasukan
khusus. Dua setengah jam lalu kami masih di Jakarta, kabur dari
serbuan belasan polisi di bandara dengan menyamar menjadi
tahanan transfer. Setengah jam lalu, bahkan kami masih nekat
loncat dari pesawat yang bergerak di runaway. Lima detik ter-
akhir, ajaib, kami sudah berubah menjadi salah satu peserta
konvensi partai besar di Denpasar. Kami menepuk-nepuk jas
baru dengan bau khasnya.
369
Isi-Negeri Bedebah.indd 369 7/5/2012 9:51:14 AM