Page 375 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 375
nya semakin sering meneriakkan kata ”Merdeka!” di setiap akhir
kalimat petinggi partai. Mungkin mereka lebih sering berteriak
”Merdeka!” dibanding pahlawan nasional yang dulu berperang
langsung siang-malam melawan penjajah Belanda.
”Sekarang bagaimana?” Aku berusaha terkendali, menatap
kursi paling depan. Putra mahkota pasti ada di sana, duduk ber-
sama petinggi partai dan pejabat pemerintah berkuasa. ”Aku
sudah telanjur di tempat konvensi, Erik. Kau harus membujuk
mereka menjadwal ulang, meminta waktu, atau bagaimanalah.
Aku hanya butuh lima belas menit, apa susahnya meminta
waktu lima belas menit?”
”Aku tidak tahu...”
”Kau harus membantu, Erik,” aku memotong.
”Aku sudah membantu, Thom.”
”Tidak, sepanjang pertemuan itu belum terjadi, kau sama
sekali belum membantuku, Erik.” Suaraku mengancam.
Erik terdengar mengeluarkan sumpah serapah. Dia tahu
maksud intonasi kalimatku. ”Baik, Thom. Baiklah. Kau memang
bedebah. Kalau saja kau tidak memiliki data-data kasus lama
milikku, sudah dari tadi aku sendiri yang justru melaporkan
lokasimu sekarang kepada polisi. Beri aku waktu lima belas me-
nit, aku akan menghubungi mereka. Kita lihat apa yang bisa di-
lakukan.”
Aku menyeringai, menutup telepon.
Sial! Urusan ini kenapa jadi begini?
”Kau pernah melihat konvensi partai seperti ini?” Rudi me-
nyikutku, mengabaikan ekspresi wajahku yang terlipat. ”Bukan
main! Dengar, mereka sedang berikrar menjadi partai paling ber-
sih.”
373
Isi-Negeri Bedebah.indd 373 7/5/2012 9:51:14 AM