Page 418 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 418
”Lepaskan ikatan mereka!” Aku memberi perintah, menunjuk
Opa, Om Liem, dan Maggie di atas sofa. Waktuku terbatas, ada
banyak yang harus kuurus sekarang, Kadek bisa diurus nanti-
nanti.
DOR! Aku menembakkan pistol ke langit-langit kapal, mem-
buat tersedak Wusdi di depanku.
”Berapa kali harus kuulangi, hah? Lepaskan ikatan mereka!”
aku membentak marah, tanganku semakin kencang memiting
Wusdi.
Dua orang berseragam polisi Singapura yang tadi masih ragu-
ragu, menunggu konfirmasi Wusdi, bergegas mendekati sofa.
Maggie yang pertama kali bebas.
”Keluar dari kapal!” aku meneriakinya.
Maggie menyeka wajahnya yang sembap, masih dengan tangan
yang kesakitan sisa ikatan, berlari melintasi kabin tengah.
Om Liem menyusul kemudian.
”Naik taksi di dermaga. Cari kendaraan apa saja yang bisa
membawa ke bandara, kau kembali ke Jakarta sekarang juga!”
Aku berkata tegas pada Om Liem yang berjalan melewatiku,
menuju pintu kabin. ”Temui Rudi di bandara, dia akan meng-
urus masalah ini dengan adil.”
Om Liem mengangguk, tertatih melewati pintu kabin.
Aku harus berpikir cepat dalam situasi genting. Meskipun
Bank Semesta ditalangi pemerintah, kasus hukum yang mem-
belit Om Liem tetap bertumpuk tinggi. Dia tidak bisa lari terus-
menerus. Aku tahu, sejahat-jahatnya Om Liem, dia selalu ber-
tanggung jawab atas semua keputusan bisnisnya. Dengan begitu
banyak aparat korup, Om Liem membutuhkan seseorang yang
bisa dipercaya. Menemui Rudi adalah pilihan terbaik. Ini juga
416
Isi-Negeri Bedebah.indd 416 7/5/2012 9:51:15 AM