Page 420 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 420
yang terlatih. Aku terduduk bahkan sebelum membantu Opa
berdiri, pistol berperedam suara terlepas dari tanganku.
”Kau pikir hanya kau yang bisa meninju, hah?” Wusdi mem-
bentakku yang terkapar. Dia meluruskan tangannya yang sakit,
meregangkan badannya, santai meraih pistol di lantai kapal.
Dua orang berseragam polisi Singapura juga bergegas meng-
ambil pistol mereka, lari menuju pintu palka kapal, hendak me-
nangkap kembali Om Liem dan Maggie.
”LARI! Tinggalkan kami!” aku meneriaki Om Liem dan
Maggie, mengabaikan darah yang keluar dari mulutku bersama
ludah. Sepertinya ada gusiku yang berdarah.
Maggie tidak perlu diteriaki dua kali. Dia menyuruh sopir
segera menekan gas. Taksi itu melesat meninggalkan dermaga
yacht.
”Biarkan saja mereka kabur.” Wusdi mendengus ke arah dua
orang berseragam polisi Singapura, kakinya santai menginjak
lenganku. ”Kita tidak lagi membutuhkan mereka. Kalian ikat
saja orang tua ini.” Wusdi menunjuk Opa.
Aku meringis kesakitan.
”Nah, Thomas, situasi sepertinya berbalik seratus delapan
puluh derajat.” Wusdi menatapku jemawa, menyeka pelipisnya
dengan punggung telapak tangan yang memegang pistol berpe-
redam.
Opa kembali diseret ke atas sofa. Tunga berjaga-jaga dengan
senjata teracung. Dua orang lain kasar mengikat tangan Opa.
”Seharusnya kau ikut terbakar puluhan tahun silam, Thomas.
Bukan sebaliknya, menghancurkan semua rencana kami.”
Aku masih meringis, napasku tersengal, lenganku terasa
ngilu.
418
Isi-Negeri Bedebah.indd 418 7/5/2012 9:51:15 AM