Page 59 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 59
tetap tidak diangkat. Aku mendengus, mencoba nomor kedua,
tetap sia-sia, tidak aktif. Masih ada nomor ketiga. Dua kali nada
panggil. ”Ayolah diangkat,” aku mendesis. Lima kali nada panggil.
Hanya ini satu-satunya harapanku. ”Ayo diangkat.”
”Malam, Thom. Kau tidak tahu ini jam berapa? Atau jangan-
jangan kau sengaja hendak mengolok-olokku lagi, mengganggu
tidurku? Harus berapa kali lagi kubilang agar kau puas? Yang
Mulia Thomas adalah petarung terhebat klub, tidak ada yang
bisa mengalahkan Yang Mulia Thomas.”
”Bukan soal itu, Randy,” aku memotong suara mengantuk
Randy.
”Lantas... hoaem... apa lagi, Sobat?”
Aku mengutuk Randy yang terdengar amat santai. Dengan
cepat aku menjelaskan situasi, butuh akses untuk melewati
gerbang imigrasi bandara. Tadi Om Liem bilang surat penangkap-
annya efektif sejak kemarin siang. Untuk kasus besar, itu berarti
seluruh gerbang imigrasi sudah menerima notifikasi pencekalan.
Komandan polisi di rumah saat ini juga pasti sedang meng-
hubungi bandara, pelabuhan, terminal, stasiun, dan apa saja yang
terpikirkan olehnya sebagai titik pelarian.
”Aku tidak bisa melakukannya, Thom,” Randy akhirnya ber-
kata pelan setelah terdiam.
”Kau akan melakukannya, Randy!” aku berseru galak.
”Ini bisa membahayakan karierku.” Suara Randy ragu-ragu.
”Omong kosong! Kau pernah melakukannya, belasan kali
boleh jadi. Sudah berapa banyak buronan yang kalian loloskan
ke luar negeri, hah? Bukankah dengan mudah kalian bisa me-
ngarang-ngarang alasan?”
”Yang ini berbeda, Thom.”
57
Isi-Negeri Bedebah.indd 57 7/5/2012 9:51:07 AM