Page 491 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 491

Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


                mempertahankanya.  Rakyat  pada  umumnya  tahu  bahwa  Belanda
                berupaya  kembali  melanjutkan  penjajahan,  akan  tetapi  pengalaman
                selama masa penjajahan telah menjadi pelajaran berharga. Rakyat tidak
                ingin mengulangi pengalaman pahit itu. Karena itu, kemerdekaan dari
                pejajahan berdasarkan proklamasi 17 Agustus harus ditegakkan.
                        Hubungan  komunikasi  yang  jauh  dari  sempurna  pada  awal
                proklamsi telah meyebabkan para pemimpin dari Makassar melakukan
                kunjungan  maraton  ke  pedalaman.  Kemudian,  tokoh  masyarakat  dan
                pemuda pada  setiap  kota  kecil  di pedalaman, menyebarluaskan  berita
                kemerdekaan itu beserta penjelasan-penjelasan seperluya kepada rakyat
                pada  umumnya.  Ketika  itu,  media  komunikasi  seperti  radio  masih
                langka,  diperkirakan  hanya  ada  sekitar  10  orang  di  Sulawesi  Selatan
                yang  menyimpan  radio  di  rumahnya  saat  Jepang  menyerah
                (Agustus1945).  Di  Kota  Pare-pare,  hanya  Andi  Abdullah  Bau  Masspe
                yang  memiliki  radio,  sedangkan  Andi  Makkasau,  Datu  Suppa  Towa
                (bekas Raja Suppa) tidak menyimpan radio. Kendaraan roda empat amat
                jarang  kelihatan  di  jalan  raya.  Mereka  yang  berduit  sudah  boleh
                berbangga jika memiliki sepeda. Oleh karena itu, penyebarluasan berita
                proklamasi  lebih  banyak  dilakukan  dengan  berjalan  kaki.  Meskipun
                keadaan serba sulit, rakyat Sulawesi Selatan umunya mengetahui bahwa
                mereka telah bebas dari cengkraman asing.
                        Kesibukan  para  pemuda  di  Kota  Makassar  dalam  mendukung
                proklamasi  kemerdekaan  menarik  perhatian  Rakyat  Gowa.  Kampung
                Jongaya,  yang  berbatasan  dengan  Kota  Makassar,  ditempati  sejumlah
                pimpinan pemuda yang sering mengadakan pertemuan. Di tempat itu
                juga Andi Mappanyukki bermalam bila ke Makassar.  Pada akhir bulan
                Agustus1945,  rakyat  mengibarkan    bendera  merah  putih  di  bawah
                pimpinan  Abd.  Rasyud  Daeng  Lurang.  Pengibaran  bendera  dimulai  di
                Kampung Pao-pao, sekitar makam Sultan Hasanuddin. Bahkan, muncul
                perkumpulan pemuda kampung pada pinggiran kota.

                        Pemuda Gowa di Katangka pada pertengahan September 1945
                berusaha  mencari  senjata.  Atas  petunjuk  Badollahi,  beberapa  pucuk
                karaben  Jepang  ditemukan  dan  juga  pucuk  pistol  genggam.  Hanya
                peluru senjata api itu amat kurang, sehingga manfaatnya pada masa itu
                tidak seperti yang diharapkan. Di Pannara, atas usaha Supu dan kawan-
                kawan  ditemukan  lagi  senjata  Karaben  Jepang.  Dengan  demikian,
                pemuda  pendukung  kemerdekaan  di  Gowa  telah  memiliki  sekitar  10
                pucuk  senjata  karabeng  Jepang  dan  beberapa  pistol.  Pusat  kegiatan



                                                                                 479
   486   487   488   489   490   491   492   493   494   495   496