Page 492 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 492
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
pemuda ialah Katangka Tidung. Meskipun kota kecil, Sungguminasa
kurang nampak kegiatan dukungan terhadap proklamasi, tetapi di desa-
desa Gowa penduduk bersemangat. Di limbung, pemuda
Muhammadiyah kembali aktif, dengan pandu HW sebagai intinya. Hal
yang sama juga nampak pada penduduk kampung Pallangga dan juga
Barombong. Pada dasarnya, penduduk Gowa memberikan dukungan
penuh terhadap proklamasi kemerdekaan, terutama pada awal
perjuangan.
Kota Pare-pare merupakan kota tersibuk kedua setelah Makassar
dalam masa awal proklamasi. Di kota itu telah lama dikembangkan ide
kemerdekaan lewat pergerakan politik. Usia pergerakan telah berusia 17
tahun ketika proklamasi dikumandangkan di Jakarta. Tercatat PSII
dominan di tempat itu, kemudian Muhammadiyah. PSII yang tersebar di
Sulawesi Selatan pada dasarnya dikembangan dari Pare-pare. Misalnya,
Haji Yahya membina Daeng Risaju dari Luwu pada tahun 1930 yang
menyebabkan PSII berdiri di Luwu yang cukup berpengaruh. Pada akhir
1944, terjadi konsentrasi Heiho dan pemuda lainnya di Pare-pare seperti
siswa sekolah pelayaran Kai in Yoseijo.
27
Tokoh utama dan paling berpengaruh di Pare-pare dan
sekitarnya adalah Andi Abdullah Bau Masspe. Ia menjabat Datu (Raja)
Suppa, dan pada masa Jepang sebagai Bunken Kanrikan. orang kedua
ialah Andi Makkasau, Datu Suppa yang diganti oleh Bau Masspe.
Terhadap kedua tokoh itu ditambah lagi keuletan Yusuf Binol, sehingga
dukungan akan kemerdekaan bangsa Indonesia bertambah kokoh di
kota itu. Sebagai bekas aparat Jepang, Bau Masspe masih memiliki
sejumlah fasilitas serta berkehidupan yang terbilang berkecukupan,
kemurahan hati dan sifatnya yang membuat orang lain hormat
kepadanya.
Meski berhubungan baik dengan Dr. G.S.S.J. Ratulangi, Bau
Masspe lebih progresif. Ia mengisyaratkan diadakannya perlawanan
bersenjata. Karena itu, di Pare-pare dukungan terhadap proklamasi tidak
hanya dengan cara diplomasi, tapi lebih diutamakan persiapan
perlawanan bersenjata. Rakyat dan pemuda siap menunggu komando.
Hanya yang menjadi hambatan ialah kekurangan senjata, sementara
pimpinan Jepang di Pare-pare tidak mau merundingkan penyerahan
senjata, sedangkan rakyat dan pemuda belum tahu cara yang bisa
dilakukan untuk memperoleh senjata.
480