Page 38 - Jurnal Sejarah Abad Historiografi Pendidikan Indonesia
P. 38
Mempertahankan Identitas dan Memenuhi Kebutuhan: Pendidikan Swasta di Pekalongan Awal Abad Ke-20 | 33
1979: 64; Sartono, 1990: 32). Sistem pen- Pada abad ke-19, politik pengajaran
didikan model barat bersifat elitis karena kolonial berada dalam tahapan penyeleng-
menargetkan lulusannya menjadi pegawai garaan dan pengawasan pendidikan yang
pemerintah atau elite baru. Hal tersebut masih sangat terbatas untuk anak Belan-
turut menentukan batasan-batasan dari da dan Indonesia yang memeluk agama
masyarakat secara umum untuk mengak- Nasrani. Memasuki abad ke-20, pemerin-
sesnya. Meskipun tidak dipungkiri bah- tah kolonial berupaya melakukan perlua-
wa dalam perkembangannya, pendidikan san dalam hal pendidikan yang bertujuan
tidak hanya membawa kesadaran secara meningkatkan sasaran masyarakat untuk
politis yang tidak terrbatas pada isu mobil- mendapatkan pendidikan lebih luas meski-
itas vertikal, akan tetapi pandangan yang pun sifatnya terbatas pada kelompok bang-
lebih luas tentang isu mobilitas horizontal sawan pribumi. Disamping itu orientasi
sebagai bentuk perubahan struktur sosial, dari pengajaran kolonial juga telah berges-
yang dapat disebut dengan kemunculan er yaitu untuk memenuhi kebutuhan pega-
elite baru (Agus Suwignyo, 2014: 121). wai pemerintah yang terdidik dari kelom-
Pekalongan sebagai wilayah kota pra- pok pribumi. (Djumhur, 1976: 123-34,
ja dilengkapi dengan berbagai fasilitas Nasution: 198)
publik. Fasilitas tersebut tentunya diper- Sekolah model Barat di Pekalongan
gunakan untuk kepentingan administrasi yang diselenggarakan pemerintah kolonial
dan memenuhi kepentingan masyarakat, diwujudkan dari adanya sekolah Campu-
termasuk layanan kesehatan dan pendi- ran. Sekolah tersebut memberikan fasilitas
dikan (Djoko Suryo, 2009; Djoko Suryo, kepada para muridnya yang telah lulus den-
dkk, 1996). Namun, fasilitas publik terse- gan tes masuk kerja untuk direkrut menja-
but tidak dapat diakses secara utuh oleh di pegawai pemerintah (Kolonial Verslaag,
masyarakat umum, karena letaknya dekat 1903-1910). Keberpihakan fasilitas umum
dengan perkampungan elite Eropa dan pemerintah kolonial pada kalangan elite
pribumi. Diskriminasi rasial terkait dengan Eropa dan pribumi tentunya merugikan
tempat tinggal masyarakat juga turut men- masyarakat umum. Dalam pada itu akses
jadi faktor penting adanya polarisasi dalam masyarakat terhadap layanan umum men-
fasilitas umum. jadi terbatas (Sartono, 1990: 216-217).
Pekalongan mengalami perkemban- Keterbatasan akses pada sekolah model
gan kerajinan dan usaha yang menunjuk- Barat dari pemerintah dikarenakan jum-
kan diferensiasi ekonomi perkotaan (Seng
Bing Oktober 1939, Desember 1940). Mata lah sekolah yang ditawarkan tidak dapat
rantai usaha dan perkembangan Batik di mengimbangi kebutuhan atau keinginan
wilayah perkotaan membentuk adanya ke- masyarakat untuk mengakses fasilitas
butuhan untuk menjaga keberlangsungan tersebut. Berikut ini fasilitas sekolah yang
tersebut. Salah satunya yaitu dengan adan- disediakan oleh pemerintah yang dihimpun
ya kebutuhan terhadap sumber daya manu- dari laporan dua Residen Pekalongan yaitu
sia yang berkualitas dan mengalami proses J.J.M.A Poppelier dan C.O. Matray,
pendidikan.
Vol. 03 | No. 1 | Juni 2019