Page 147 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 147

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern




                tidak  mau  bekerja  sama  dengan  pemerintah,  tegasnya  kaum  sana.
                Selanjutnya ia bukan non-aksi, melainkan berkehendak akan aksi. Sebab
                itu  non  kooperasi  pada  dasarnya  tidak  menolak  parlementaire  aksi.
                Sehingga  masuk  ke  dalam  Tweede  Kamer  dengan  maksud  berjuang
                menentang  imperialisme  kolonial  tidak  berarti  kerja  sama  dengan
                                                                                  43
                pemerintah,  sebab  itu  tidak  bertentangan  dengan  nonkooperasi .
                Menurut keyakinan PNI, duduk bersidang dalam Tweede Kamer tidak
                bertentangan dengan dasar non-kooperasi, karena Tweede Kamer adalah
                suatu parlemen, bukan dewan jajahan. Dalam parlemen, pemerintah dan
                oposisi  sama  derajatnya.  Dan  oposisi  jikalau  sampai  kuat,  dapat
                menjatuhkan pemerintah dan dapat pula bertukar peranan dengan dia.
                Di tanah jajahan, kedudukan pemerintah tidak dapat diusik.
                        Menurut Sukarno, bahwa seorang nasionalis non-kooperasi yang
                duduk  dalam  Tweede  Kamer  menjalankan  politik  yang  tidak  prinsipil
                lagi.  Ia  melupakan  dasarnya  yang  disendikan  kepada  keyakinan  atas
                adanya  pertentangan  kebutuhan  antara  kaum  pertuanan  dan  kaumnya
                sendiri.  Sehingga  duduk  dalam  Tweede  Kamer,  sekalipun  dengan
                maksud  hendak  berjuang  menentang  kaum  imperialis,  bagi  Sukarno
                sudah  berarti  bahwa  orang  lupa  akan  adanya  pertentangan  kebutuhan
                antara  kaum  pertuanan  dan  kaumnya  sendiri.  Sukarno  menyatakan
                bahwa kaum Partindo, menjalankan politik non-kooperasi yang menolak
                duduk di kursi Volksraad. Non-kooperasi Partindo adalah tertuju kepada
                                                    44
                semua dewan-dewan kaum pertuanan.
                        Menanggapi    pendirian   Sukarno    tersebut,   Bung   Hatta
                berpendapat bahwa co dan non kooperasi tidak bisa diukur berdasarkan
                duduknya  perwakilan  di  kursi  Tweede  Kamer.  Non  kooperasi  adalah
                senjata  perjuangan  dan  boleh  saja  duduk  di  Tweede  Kamer  asalkan
                mempunyai  pendirian  yang  jelas.  Perdebatan  mengenai  non  kooperasi
                ini  terus  berlanjut,  bahkan  semakin  luas  cakupannya.  Menurut  Hatta,
                terdapat  perbedaan  antara  PNI  dan  Partindo.  PNI  sebagai  partai
                pendidikan  menganjurkan  kepada  anggotanya  supaya  membaca
                karangan  yang  mengkritik  partainya,  dan  memperdalam  pengetahuan
                tentang  politik  dan  pendirian  PNI.  Polemik  semakin  gencar,  bahkan
                Partindo melarang anggotanya membaca ‘Daulat Rakyat’, ‘Menyala dan
                Api  Ra’jat’.  Selain  kedua  tokoh  tersebut,  ternyata  setiap  tokoh  juga
                mempunyai prinsip yang berbeda-beda. Menurut Amir Sjarifuudin, non
                kooperati  Partindo  tidak  dilakukan  di  atas  segala  lapangan  tetapi
                terhadap  raad-raad  politik  saja,  terhadap  kekuasaan  imperialis    dalam
                pemerintahan dan pandangan hidup kolonial. Dalam polemik itu, PNI




                                              Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya   139
   142   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152