Page 151 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 151
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
anggota dan keluarganya yang menjadi korban tindakan polisi. Di
samping itu, dana tersebut juga akan dipergunakan untuk melakukan
aksi-aksi perjuangan selanjutnya bagi kemerdekaan nasional. Keputusan
yang lain berkaitan dengan tindakan pemerintah yang salah. Akan tetapi
segera setelah diambilnya keputusan tentang pembaruan Persatuan
PPKI, maka tak lama kemudian hal itu menguap. Thamrin merasakan
benar bahwa kepemimpinan PNI yang imajinatif dan kohesif itu tidak
lagi hadir, mesin propagandanya pun tersumbat dan terpecah dalam
berbagai kekuatan PPPKI. Selanjutnya muncul berbagai upaya untuk
menangguk kekosongan politik yang ada. Sejumlah pakar memandang
Fraksi Nasional yang dibentuk Thamrin hanya sebagai langkah reaktif.
Terlepas dari komentar Thamrin di Volksraad dalam suratnya
kepada Stokvis, pada sidang 8 Pebruari 1930, Thamrin mengajukan mosi
digantinya pasal 153 bis dan ter dan 161 dalam hukum pidana untuk
mengendalikan kerusuhan revolusioner agar dapat didiskusikan. Dalam
pembukaan pidatonya Thamrin mengulang kembali argumen yang telah
disampaikannya pada 18 Juli 1929 dimana ia menyesalkan pasal-pasal
tersebut jelas dan terbuka terhadap interpretasi menurut kehendak dan
kegunaannya. Dalam pidatonya ia memperkuat dengan mengutip studi
yang belum lama dilakukan pendiri PNI Mr. Soenarjo dan oleh seorang
orientalis ahli adat C Snouck Hurgronje yang mendukung argumen-
argumennya. Selanjutnya Thamrin bersama Mochtar dan Idih masih
mengajukan mosi tentang apakah hak istimewa gubernur jenderal perlu
dipertahankankan. Mosi ini akhirnya dikalahkan melalui voting.
Selain itu Thamrin juga berjuang tentang pertahanan Hindia.
Dalam sidang 18 – 19 Maret 1930 dibicarakan tentang anggaran
pertahanan yang menyangkut kekuatan laut, tentara laut setempat dan
pertahanan darat Tarakan, Balikpapan yang terkenal dengan deposit
minyaknya serta Surabaya. Hal-hal itu dibicarakan termasuk
kemungkinan dibangunnya milisi pribumi. Dalam pidatonya Thamrin
menjelaskan tentang akan terlibatnya Indonesia dalam perang Pasifik
mendatang dan perlunya mobilisasi penduduk secara total. Untuk
mempersiapkan rakyat ikut serta dalam pertahanan yang berguna bagi
tanah air, Thamrin bekerja sama dengan Dwidjosewojo dan Ratu Langie
mengajukan mosi untuk memperkenalkan wajib milisi pribumi. Misi ini
dengan telak ditolak oleh 36 suara lawan 13. Mereka yang mendukung
ialah Jahja, Thamrin, Ratu Langie, Soejono, Soeroso, Hadiwdjojo,
Soangkoepon, Dwidjosewojo, Koesoemo Oetojo, Laoh, Mochtar, Idih
dan Soetadi. Dalam hubungannya dengan aspirasi Indonesia merdeka,
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 143