Page 148 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 148

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern



                menitikberatkan  aktifitasnya  pada  kursus-kursus  untuk  mempersiapkan
                pemimpin  masa  mendatang.  Apabila  pemimpin-pemimpin  menjadi
                korban, sehingga pemimpin baru akan menggantikannya.
                                                                      45
                        Pola acuan Mohammad Hatta relatif lebih kering, lebih analitis,
                lebih  kurang  goyah  dan  lebih  kurang  berapi-api  daripada  Sukarno.
                Sebagai  pribadi  Hatta  tidak  berwarna  apabila  dibandingkan  secara
                kontras  dengan  Sukarno  yang  bertingkah  laku  sugestif  bagaikan  air
                raksa. Hatta tidak mampu mengguncang hadirin dan bahkan barangkali
                merasa  bahwa  memainkan  emosi  massa  melalui  tipudaya-tipudaya
                retoris  adalah  agak  tidak  jujur.  Kehidupan  pribadinya  amat  terkendali
                dan  sederhana.  Dan  kualitas-kualitas  pribadinya  sedemikian  diperbaiki
                oleh  pendidikan  akademisnya  di  Rotterdam.  Baginya  gagasan-gagasan
                dan  perkataan-perkataan  harus  dikendalikan  dalam  bentuk  yang
                berdisiplin  dan  tidak  dipergunakan  dengan  perhitungan  mencapai
                tujuan-tujuan  yang  bersifat  menggelorakan  emosi  semata-mata.
                Sebaliknya  bagi  Sukarno,  gagasan-gagasan  dan  kata-kata  adalah  alat
                bagi  hasrat-hasrat  tertentu  dan  hasratlah  yang  akan  membawa  aksi.
                Perbedaan  kepribadian  yang  sangat  mendasar  ini  secara  alamiah
                menghambat usaha-usaha Sukarno untuk mencapai persetujuan dengan
                pengikut-pengikut  Hatta  dalam  upaya  menggabungkan  kembali
                                    46
                pergerakan  nasional.   Partindo  dengan  beberapa  sukses  yang  pantas
                dicatat telah berusaha menjadi partai massa dan telah berjumlah 7.000
                orang  pada  Oktober  1932.  Partindo  dalam  langkah  dan  cirinya  lebih
                mirip  sebagai  PNI  lama.  Ketika  akhirnya  menjadi  nyata  bagi  Sukarno
                bahwa  Partindo  dan  PNI  Baru  tidak  dapat  bergabung,  maka  sejak  itu
                arah tindakan Sukarno sedikit banyak ditentukan oleh dirinya sendiri.
                        Dalam  periode  1928  –  1930  Thamrin  di  Volksraad  adalah
                menantang  pemerintah  untuk  memindahkan  nasionalis  veteran  Cipto
                Mangukusumo  dari  pembuangannya  di  Banda  ke  Batavia  untuk
                menduduki kursinya di dewan. Dalam sidang-sidang pertama  ia selalu
                berbicara dan menekankan langkah-langkah untuk memperbaiki tingkat
                hidup  penduduk  miskin  daerah  pedalaman  Jawa.  Ia  juga  berbicara
                tentang  bagaimana  mengatasi  kekurangan  pangan  yang  merajalela  di
                daerah perkebunan tebu. Untuk itu ia mengusulkan  agar luas area untuk
                tanaman  tebu  dikurangi  25%  agar  kaum  tani  dapat  bebas  menentukan
                luas  tanaman  pada  musim  gadu.  Cramer  cs  mengajukan  mosi  untuk
                mendukung usul Cipto tetapi dikalahkan dengaan suara 10 lawan 20.  Di
                mata Thamrin, Cipto tetaplah seorang pembela kepentingan penduduk
                pedesaan  sebagai  reka  pengimbang  baginya  dalam  upayanya  yang




                140    Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153