Page 143 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 143
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
sebelumnya tidak banyak berarti dalam perjuangan. Hatta menilai
bahwa Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan Sukarno belum
berhasil mencetak kader, karena lebih mengutamakan penggalangan
massa. Di sini, salah satu perbedaan keduanya. Sukarno lebih menyukai
massa dan Hatta lebih suka mendidik kader. Menurutnya, pendidikan
politik harus dilakukan melalui surat kabar dan pertemuan yang bersifat
kursus untuk menciptakan kaderisasi, agar tidak terjadi kekosongan
pemimpin, bila Belanda melakukan penangkapan para pemimpin lapisan
pertama.
Selain PPPKI, PNI pun tidak lepas dari kritik Hatta melalui
artikelnya berjudul “Buah Pikiran Politik” yang ditulis pada 1 Februari
1929. Ia menyebut PNI lemah organisasinya dan belum memiliki
anggota secara terorganisir, meskipun dalam rapat-rapat umum selalu
dibanjiri massa. Oleh karena itu, PNI perlu melakukan pendidikan
politik yang terencana. Bung Hatta menulis, diantaranya (ejaan
menyesuaikan):
“Tidak cukup, kalau rakyat bertepuk tangan riuh kalau misalnya Ir
Soekarno berbicara; tidak cukup manakala rakyat menjadi Soekarnois
saja. Yang perlu yaitu supaya dalam hati tiap-tiap lid PNI hidup
seorang Soekarno, pendeknya tidak cukup kalau hanya satu saja
Soekarno, melainkan beribu-ribu, kemudian berjuta-juta. Pendeknya di
seluruh PNI ada Soekarno. Dan kalau rakyat PNI terus berusaha
begini, barulah besar partai kita; bolehlah kita memaksa pemerintah
36
melakukan permintaan kita”.
Dalam hal ini, Sukarno menyampaikan pemikirannya terhadap
pentingnya massa aksi:
“Partai Nasional Indonesia dengan tegas mengatakan satu-satunya
daya yang dapat menggugurkan imperialisme Belanda di Indonesia ini
adalah satu massa aksi yang revolusioner. Satu massa aksi dari pada
37
seluruh Marhaen Indonesia yang berpuluh-puluh juta”.
Di samping itu, dalam pandangannya tentang pentingnya pendidikan
rakyat, Sukarno berpendapat:
“Mereka mencoba menerangkan pandangan mereka yang mengerikan.
‘Pertama kita harus mendidik rakyat kita yang jutaan jumlahnya.
Mereka harus dipersiapkan untuk memerintah mereka sendiri. Kedua,
kita harus memperbaiki kesehatan mereka agar tahan berdiri tegak.
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 135