Page 142 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 142
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
masuk Budi Utomo, Partai Sarekat Islam dan masuk kelompok studi di
33
Surabaya.
Peristiwa sederhana ini sekaligus mengatakan tiga hal yang
fundamental adanya sebuah bangsa yang bernama Indonesia, dan
sebuah negeri yang bernama Indonesia menuntut kemerdekaan bagi
negerinya. Begitulah kalau sejarah pergerakan kebangsaan dikaji lebih
teliti maka kelihatanlah bahwa mahasiswa yang tergabung dalam PI di
negeri Belanda itulah yang sesungguhnya bisa dianggap pelopor
pergerakan nasionalisme antikolonial yang radikal. Muda terpelajar dan
kosmopolitan para mahasiswa itu dengan jelas merumuskan kemana
34
pergerakan kebangsaan mestinya harus diarahkan .
Begitulah akhirnya sebuah paradigma telah ditemukan dan
didalam kesadaran politik sebuah bangsa telah berdiri. Sejak wacana
politik bahkan juga kebudayaan, semakin bertolak dari sudut pandang
paradigma baru ini. Dalam suasana inilah perdebatan kolonial antara
pendekatan ko-operasi dan non-ko-operasi dilanjutkan atau seperti yang
dilakukan Soekarno dijadikan tidak relevan dan lebih penting lagi dalam
konteks paradigmatik ini pula berbagai pendekatan dan perbenturan
ideologis diadakan. Satu golongan bisa meniadakan keabsyahan ideologi
golongan lain, tetapi kesemuanya semakin bertolak dari kesadaran
kebangsaan. Dalam paradigma baru ini berbagai kecenderungan
ideologis diperdebatkan dan dipertentangkan mulai corak yang
internasionalisme sampai dengan yang bersandarkan pada kepribadian
asli, mulai yang merelatifkan arti agama dalam kehidupan sampai
dengan menjadikan agama sebagai landasan segalanya. Tahun 1920-an
1930-an boleh dikatakan sebagai dasarwarsa ideologi dalam sejarah
perjuangan kebangsaan. Dalam proses perdebatan ini cita-cita demokrasi
atau kedaulatan rakyat dan keadilan sosial disamping nasionalisme
Indonesia Raya yang mengalahkan nasionalisme lokal semakin tampil
35
sebagai konsensus ideologis .
3.4. Politik Ko dan Nonkoperasi
Hubungan antara Hatta dan Sukarno mengalami pasang surut
bahkan dalam meletakkan dasar perjuangan pun mereka sering berbeda
pendapat. Misalnya bagaimana posisi kerjasama antara pemerintah
kolonial dengan para pejuang di Indonesia. Hal itu akan dipaparkan
pada pembahasan di bawah ini.
Ketika Sukarno aktif menggalang PPPKI (Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) yang
didirikan pada 1927; Hatta tidak menyetujuinya, karena PPPKI, seperti
134 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya