Page 144 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 144
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Bukankah lebih baik kalau segalanya sudah lengkap dan beres terlebih
dahuli?
Satu-satunya waktu agar segalanya sudah lengkap dan beres ialah bila
kita sudah mati! Untuk mendidik mereka secara pelan-pelan akan
memakan waktu beberapa generasi. Kita tidak perlu menulis tesis atau
membasmi malaria sebelum kita memperoleh kemerdekaan! Indonesia
merdeka SEKARANG! Setelah itu baru kita mendidik dan
memperbaiki kesehatan rakyat dan negeri kita. Hayo, bangkitlah
38
sekarang!”.
Dalam kenyataannya, PNI yang mengandalkan pada massa inipun harus
mengalami kehancuran, saat Sukarno sebagai pimpinan organisasi
tersebut beserta beberapa kawannya ditangkap Polisi Kolonial Belanda
pada 29 Desember 1929, setelah menghadiri dan berpidato pada acara
musyawarah PPPKI di Solo. Pemerintah Kolonial geram atas kiprah
Sukarno yang dianggap semakin agitatif. Pada 1931, PNI terpaksa
dibubarkan, oleh Sartono diganti dengan Partindo (Partai Indonesia).
Saat itu, Hatta menyarankan agar PNI tidak dibubarkan, meskipun
tanpa Sukarno. Selain itu, menurut Hatta, pembubaran PNI dianggap
memalukan dan melemahkan pergerakan rakyat. Para pemimpin PNI
yang membubarkan partainya itu menunjukkan kelemahan mereka yang
dinilai oleh Hatta, sebagai tidak bersedia berkorban. Dalam hal ini,
Hatta menyatakan bahwa kemauan memberikan korban itulah yang
dididik bertahun-tahun oleh Perhimpunan Indonesia.
Penggantian PNI dengan Partindo ini memperoleh tentangan
dan protes sebagian besar cabang-cabang PNI yang kemudian
membentuk “Golongan Merdeka” di daerahnya masing-masing.
Perhimpunan Indonesia di Belanda pun tergerak untuk membantu
persoalan kemelut di tubuh PNI ini. Dalam hal ini, Mohammad Hatta
membantu Golongan Merdeka tersebut dengan menyatakan:
“Baru empat orang pemimpin dihoekoem, partai diboebarkan” katanja.
“Di India berpoeloeh-poeloeh riboe anggaota Indian National Congress
ditangkapi, karena bergerak atas andjoeran Gandhi pergi ke pantai
oentoek memboeat garam, partai dan gerakan djalan teroes. Gerakan itu
baroe berhenti sesoedah Pemerintah Kolonial di India mentjabut
39
kembali berbagai peratoeran dan larangan” .
Antara beberapa pemimpin “Golongan Merdeka” dan
Mohammad Hatta tercapai persetujuan melalui surat menyurat untuk
136 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya