Page 140 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 140
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Negeri Belanda yang menguasai sepenuhnya, bagaimana Indonesia
akan merdeka, dengan jalan kekerasan atau dengan jalan damai. Tetapi
dengan memperhatikan sikap sebagian besar rakyat Belanda, seperti
yang ternyata pada debat dalam Tweede Kamer pada tahun 1925
tentang undang-undang yang akan mengatur susunan Pemerintah
Hindia Belanda, aku kuatir bahwa jalan yang pertama akan ditempuh.
Bahwa penjajahan Belanda akan berakhir, bagiku itu pasti. Itu hanya
soal waktu dan tidak soal ya atau tidak. Janganlah Nederland
mensugesti dirinya sendiri, bahwa penjajahannya akan tetap sampai
29
akhir jaman...
Salah seorang pembela, berasal dari Social Democratische
Arbeiders Partij (SDAP), berhasil membuktikan ketidakbenaran tuduhan
terhadap keempat pengurus PI itu. Akhirnya, pada 22 Maret 1928
pengadilan memutuskan pembebasan bagi keempat pengurus PI
tersebut. Proses pengadilan tidak dapat membuktikan bahwa mereka
menganjurkan kekerasan untuk mencapai tujuan. Pasca peristiwa ini,
perjuangan PI semakin keras untuk kemerdekaan bangsanya dengan
30
menganjurkan gerakan non-kooperatif secara total.
PI menjadi tombak terdepan di luar negeri bagi perjuangan kaum
pergerakan di tanah air. Di samping itu, momentum pembebasan ini
juga merupakan babak baru “pertemuan” Hatta dan Soekarno,
walaupun hanya sebatas hubungan melalui tulisan di media massa.
Seperti, artikel Sukarno di Soeloeh Indonesia Moeda pada 1928 dengan
judul “Pemandangan dan Pengajaran” yang berisi pembelaannya
terhadap Hatta dan kawan-kawan sekaligus dimaksudkan untuk
mengurangi simpati berlebihan yang diterima para hakim-hakim
Belanda. Terhadap pembebasan para tokoh-tokoh PI tersebut, Soekarno
berpendapat:
“Kita tidak perlu berterima kasih kepada hakim-hakimnya, karena
pertentangan kepentingan yang lebih besar tetap ada, yakni antara
pemerintah yang menjajah dan yang dijajah. Karena, perkara semacam
31
itu bakal terjadi lagi”.
”Pertemuan” Hatta dan Soekarno terjadi lagi, ketika Hatta
berpolemik dengan J.E. Stokvis, seorang sosial demokrat dan pemimpin
Indische Sociaal Demochratische Vereeniging (ISDV). Polemik ini terkait
dengan keputusan Kongres II kaum sosialis internasional di Brussel,
Swiss pada Agustus 1928, yang mengusulkan untuk membagi-bagi
daerah jajahan yang boleh merdeka ke dalam empat kelompok, yaitu:
pertama, negara yang harus segera diberi kemerdekaan; kedua, negara
132 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya