Page 141 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 141
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
yang harus mendapat hak menentukan nasib sendiri; ketiga, negara yang
berhak atas pemerintahan sendiri; keempat, negara yang masih harus
tetap berada di bawah kekuasaan orang-orang kulit putih. Dalam hal ini,
Indonesia dimasukkan ke dalam kelompok keempat.
Mohammad Hatta sebagai ketua PI sangat geram dengan
penggolongan Indonesia ke dalam klasifikasi tersebut. Melalui artikel
berjudul “Socialist Internasional dan Kemerdekaan” yang dimuat di
Soeloeh Indonesia Merdeka pada Oktober 1928 yang mengkritik secara
pedas keputusan itu menyebutkan, antara lain:
“……Munafik! Sebab orang sosialis yang menamakan dirinya pembela
kaum tertindas nyatanya masih melihat pertimbangan-pertimbangan
ekonomi, karena kaum terjajah seperti Indonesia telah menghasilkan
jutaan gulden tiap tahun bagi Belanda. Jika Indonesia merdeka, tentu
32
saja kaum buruh Belanda akan merugi…….”.
Dalam polemik “Hatta dan Stokvis” ini, Soekarno ikut terusik
dan membela Hatta melalui tulisannya berjudul “Mohammad Hatta-
Stokvis” dalam Soeloeh Merdeka, 1928. Tulisan Soekarno ini lebih dari
sekadar membela Hatta, karena jiwa nasionalisnya pun ikut terusik.
Hatta menyerang Stokvis dan kaum sosialisnya dengan pendekatan
ekonomi, sedangkan Soekarno menyerangnya dengan menyebut kaum
sosialis melakukan penyimpangan yang ditetapkannya sendiri, yakni
“hak self determination” yang sepenuh-penuhnya bagi semua bangsa dan
mencela penjajahan kapitalis-imperialis yang menyebabkan penduduk
asli negeri-negeri jajahan itu menjadi terjerumus ke dalam perbudakan,
kerja paksa atau pembinasaan sama sekali.
Selama berdiri Perhimpunan Indonesia memegang posisi penting
dalam gerakan kebangsaan Indonesia dan kedudukan ini sangat sulit
dibayangkan jika melihat jumlah anggotanya. Pada tahun 1926,
misalnya jumlah anggotanya baru 38 orang. Perhimpunan Indonesia
adalah katalisator yang mengarahkan putra-putra golongan elit
Indonesia agar membuang rasa rendah diri yang dipaksakan oleh
penguasa kolonial dan untuk pertama kalinya menuntut kemerdekaan.
Sumbangan Perhimpunan Indonesia terbesar adalah usahanya
mengembangkan ideologi sekulernya yang menjadi dasar dari arus
utama gerakan kebangsaan setelah tahun 1927. Perhimpunan Indonesia
tidak hanya mengembangkan ideologi, anggota-anggotanya jadi terpikat
oleh ide dan semangat nasionalisme baru tersebut dan ketika para
anggotanya pulang ke tanah air, mereka tetap menjalankan aktifitas
politik. PNI hampir seluruhnya adalah ciptaan Perhimpunan Indonesia
demikian juga Partindo dan PNI baru. Disamping itu, ada juga yang
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 133