Page 146 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 146
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Mendidik rakyat, supaya timbul semangat merdeka itulah pekerjaan
kita yang utama. Ini bukan suatu pekerjaan yang mudah dan lekas
tercapai, akan tetapi suatu pekerjaan yang berkehendak kepada iman,
yakin, sabar dan kemauan yang keras. Dengan jalan mendidik diri kita
itu, kita akan mencapai suatu organisasi yanga teguh.
Agitasi baik pembuka jalan! Didikan membimbing rakyat ke organisasi!
41
Sebab itu usaha kita sekarang: Pendidikan!
Sementara itu, Mr Sartono, Ketua Partindo dengan perantaraan
para pelajar yang baru tiba di negara Belanda berusaha untuk
mempengaruhi para pemuda yang masih berada di negara tersebut untuk
memihaknya. Begitu pula, Partai Komunis Nederland berusaha pula
melakukan pengaruhnya dengan bekerja sama dengan para pelajar yang
pro Partindo. Dalam susunan pengurus PI baru pada 1931 terpilih
Rustam Effendi menjadi ketua dan, selanjutnya ia dikenal sebagai
anggota dari Partai Komunis Nederland yang kemudian menjadi
42
anggota parlemen Belanda sebagai wakil partai tersebut . Pengaruh
Komunis yang berpengaruh terhadap kemerosotan PI menjadikan
organisasi ini tidak lagi memiliki peran dan, kemudian berakhir sebagai
pos terdepan pergerakan kemerdekaan Indonesia di Eropa.
Pada tahun 1932, polemik tentang perlu dan tidaknya melakukan
kerjasama dengan Belanda merupakan polemik yang sangat keras di
antara para pejuang masa itu. Bahkan antara Soekarno dan Hatta terlibat
polemik terbuka dalam surat kabar. Pada tanggal 21 Desember 1932, Ir.
Sukarno membuka polemik baru tentang non-kooperasi. Karangan itu
dikirimkan kepada pers di Indonesia dan Tionghoa. Polemik itu menjadi
pertentangan paham antara Partai Indonesia (Parindra) di bawah
pengaruh Soekarno dan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baroe)
dipimpin Moh. Hatta. Polemik itu berawal ketika Hatta pada bulan
November 1932 diundang untuk menerima penunjukkan sebagai seorang
calon Parlemen Belanda. Hatta tidak memproses pencalonannya
tersebut, tetapi karena Hatta sudah mempertimbangkan serius tentang
hal ini, membuka peluang bagi Sukarno untuk menyerang terhadap
dirinya atas kesediaannya meninggalkan prinsip oposisi tanpa kompromi
terhadap Belanda. Menurut paham Partindo, seorang non-cooperation
melanggar asas apabila mau masuk ke dalam Tweede Kamer. Serangan
Soekarno itu dibalas oleh Moh Hatta dengan ‘Daulat Ra’jat No. 47,
tanggal 30 Desember 1932 dengan judul Non-Cooperation. Menurutnya
bagi PNI, non-kooperasi adalah suatu senjata perjuangan, yang berarti
138 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya