Page 154 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 154
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Syahrir yang baru datang dari Belanda mendirikan Pendidikan Nasional
Indonesia yang disingkat PNI Baroe.
Pada akhir bulan tersebut Thamrin menjemput Soekarno di pintu
gerbang Sukamiskin. De Graeff memberikan pengampunan seminggu
sebelum kembali ke negaranya sebagai Gubernur Jenderal. Agaknya
keputusan ini diambil atas pendapat seorang pakar hukum Prof.
Schepper dan Direktur Kehakiman Schrieke. Resepsi di Balai Pertemuan
di Bandung pada 31 Desember 1931 dipersiapkan oleh Thamrin.
Selanjutnya di kongres Indonesia Raya di Surabaya pada 1 Januari 1932
ia diperkenalkan oleh Dr. Soetomo telah menjadi korban hukuman yang
tidak adil. Ketika memberikan sambutannya, seperti biasanya Soekarno
menyengat pendengarannya. Ia membandingkan dirinya dengan
pahlawan wayang Kokrosono yang kembali dari penjara menemui
saudaranya Banowati dan Irowati yang terpisah karena pertempuran,
merujuk pada perpecahan Partindo dan PNI Baru. Sukarno meminta
mereka bersatu dalam front sawo matang. Akan tetapi karena berbagai
sebab upaya ini tidak berhasil. Mungkin sekali alasan utama yang
menyebabkan perpecahan dalam pergerakan ialah adanya perbedaan
pendekatan dalam menghadapi kemerdekaan oleh pimpinan PNI Baru.
Segera setelah bebas dari penjara Sukamiskin, Sukarno
melakukan pendekatan pada Syahrir pada 4 Januari 1932. Dengan
pengertian yang bijak ia memintanya masuk ke dalam Partindo/PNI
Baroe untuk membentuk front melawan Belanda. Langkah Sukarno
tersebut benar-benar merupakan cara dia dengan gaya mencari
konsensus, sesuatu yang tidak dimiliki oleh Syahrir dan kawan-
kawannya. Hatta sendiri sebelumnya ketika berdirinya Partindo telah
menyatakan tidak hendak bergabung. Ia berencana bergiat dalam
program pendidikan sosial pada saat kembali ke Indonesia sebagai
tercantum dalam suratnya. Seorang dari Sumatera Dr. Abdoel Rivai
menilai Hatta tidaklah tepat memasuki politik kaum nasionalis di Jawa
karena baik secara kultural maupun etis tidak menguntungkan.
Sebaiknya ia menjadi seorang saudagar. Hatta kembali ke tanah air pada
pertengahan Agustus 1932, ia bertemu sejenak dengan Sukarno akan
tetapi tidak membicarakan politik. Sukarno yang berpegang pada
janjinya untuk persatuan pergerakan segera menemui Syahrir dan Hatta
guna membicarakan kemungkinan fusi Partindo/PNI Baroe. Syahrir dan
Maskoen kemudian menolak bertemu Sukarno dengan demikian Hatta
seorang diri menemuinya pada 25 September 1932 yang gagal
menghasilkan sesuatu. Akhirnya Sukarno belajar bahwa tujuan yang
dikejarnya untuk mempersatukan partai-partai merupakan sesuatu yang
ada di luar kekuatan kharismatiknya. Dengan demikian ia mencurahkan
tenaganya untuk Partindo sementara Thamrin berusaha membawa
Partindo ke dalam PPPKI sesegara mungkin. Sebelum Sukarno
bergabung dengan Partindo dalam makloemat dari Bung Karno kepada
146 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya