Page 158 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 158
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
tentang khayalan demokrasi politik borjuis tanpa adanya demokrasi
ekonomi, pelajaran-pelajaran tentang nonkooperasi dan aksi massa,
pertukaran pikiran yang bersifat polemik dengan Hatta, pendapatnya
yang klasik tentang perbedaan marhaen dan proletar dan tulisan lain
yang bersifat mendidik. Karya tulis terpenting Sukarno dalam periode
ini adalah tulisan “Mencapai Indonesia Merdeka’ dari hasil istirahatnya
di Pengalengan pada bulan Maret 1933. Karangan ini banyak
kesamaannya dengan pidato Indonesia Menggugat. Lembaran-lembaran
pertama berisi tentang perbedaan antara imperialisme kuno dan baru
dan pandangan yang sama bahwa surplus mengakibatkan penjajahan
dan penghisapan kekayaan tanah jajahan .
56
Menurut Sukarno, Indonesia dulu pernah merdeka tetapi
rakyatnya tidak merdeka, karena sebelum ditundukkan oleh imperialis
Belanda mereka telah ditundukkan oleh feodalisme kerajaan-kerajaan
Hindu. Untuk itu kemerdekaan yang diperjuangkan merupakan
jembatan emas menuju masyarakat adil dan makmur, dan kemerdekaan
adalah suatu syarat bukan tujuan akhir. Menjelang akhir karangan itu ia
kembali pada pembedaannya antara demokrasi politik dan demokrasi
ekonomi:
Demokrasi kita haruslah demokrasi baru, demokrasi sejati,
demokrasi yang sebenar-benarnya yaitu pemerintahan rakyat.
Bukan demokrasi ala Eropa dan Amerika yang hanya suatu
potret dari partai-partai, demokrasi politik bukan pun demokrasi
yang memberi kekuasaan 100% pada rakyat di dalam urusan
politik sahaja, tetapi suatu demokrasi politik dan ekonomi yang
memberi 100% kecakrawartian pada rakyat jelata di dalam
57
urusan politik dan ekonomi.
Lebih lanjut Soekarno mengatakan bahwa ketika kemenangan
sudah didapat, maka kendalinya harus berada di tangan kaum marhaen,
‘di seberang jembatan itu jalan pecah jadi dua, satu ke dunia
keselamatan marhaen, satu ke dunia kesengsaraan marhaen, satu
kedunia sama-rata-sama–rasa, satu ke dunia sama-ratap-sama-tangis’.
Untuk itulah marhaen yang mengendalikan kereta itu harus menjaga
agar kereta tidak membelok ke jalan yang kedua, menuju masyarakat
kapitalis dan borjuis Indonesia. Memang kejahatan kapitalisme
merupakan sesuatu yang tidak pernah lepas dari pikiran Sukarno tetapi
gagasan bahwa rakyat kecil Indonesia harus melawan kapitalis Indonesia
adalah pemikiran barunya.
Dengan dekrit pemerintah No. 2 z, 28 Desember 1933 maka kota
Ende di Pulau Flores ditetapkan sebagai tempat pembuangan Sukarno.
Pemerintah kolonial bergeming dengan perubahan Sukarno.
150 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya