Page 156 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 156
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
dirinya sebagai seorang nasionalis, Islam sekaligus Marxis. Ia berpikir
bahwa dirinya mampu mempersatukan semua aliran yang berjuang
untuk menyatakan dirinya secara politis. Dari sini kelihatan adanya
perbedaan ideologis di antara dua pandangan tersebut. Di satu pihak
terdapat satu kelompok kecil tetapi terorganisir dengan baik dan
merupakan partai kader. Pandangan ini dipengaruhi oleh pandangan
sosialisme rasional menuju perbaikan masyarakat dan bersifat utilitarian
humanis seperti kelompok-kelompok sayap kiri di barat. Dengan
demikian mereka ini siap menyaksikan pelaksanaan pembangunan
konsep ini bagi masyarakat demokratis Indonesia mendatang berapa
lama pun itu. Dipihak lain terdapat seorang pemimpin yang gandrung
dengan visi penentuan nasib sendiri bagi Indonesia, dengan cara jauh
lebih terpusat dan bersifat kejawaan yang didasarkan pada pendekatan
dan pelaksanaannya bagi kepentingan rakyat. Dalam kedudukan
tersebut ia nampak lebih bersifat Jawa atau lebih tepat Indonesia dan
pasti lebih patriotik/nasionalis daripada sosialis/internasionalis.
Sukarno menggunakan satu kata untuk menggugah emosi orang Jawa
yakni ‘manunggal’ dengan rakyat yang dipimpinnya. Terlebih ia juga
sembada, memiliki kemampuan untuk menggambarkan bahwa
kemerdekaan memang dapat direnggut. Ia pun mampu mengembalikan
kepercayaan diri yang sempat hilang karena kekuatan kolonial Belanda
53
yang bersifat merusak dan memecah-belah .
Thamrin dalam pidatonya mengatakan bahwa nasionalis
kooperatif dan nonkooperatif memiliki satu tujuan bersama yang sama-
sama yakin pada Indonesia Merdeka! Jika kami kaum kooperator
merasa bahwa pendekatan kami tidak efektif, maka kami akan menjadi
yang pertama mengambil arah kebijakan politik yang diperlukan. Jurang
antara pemerintah kolonial dan gerakan nasional bertambah lebar dari
sebelumnya. Bahkan jika pihak sana lebih bersikap bersahabat
pengalaman telah memperlemah kehendak bekerja sama di antara
mereka dan golongan pribumi. Gerakan sarekat buruh pribumi seperti
mati. Keadaan patah semangat daya amuk yang terkendali serta
impotensi kini merupakan keadaan sehari-hari dari gerakan pribumi.
Demikian kesimpulan Stokvis. Keadaan putus asa dalam pergerakan
begitu jelas digambarkan oleh Thamrin dan Stokvis dalam
korespondensi mereka, bahkan menjadi lebih jelas ketika rumor ‘minta
ampun’ Sukarno beredar di kalangan politik Indonesia. Mula-mula
laporan tentang tanda-tanda lemahnya Sukarno selama dalam interogasi
dan kemungkinan dirinya berubah muncul dalam editorial pers pihak
sana. Hal ini ditolak dengan cepat oleh pihak pers Indonesia yang
menyebut hal itu sebagai upaya mengejek para pemimpin nasionalis dan
memerosotkan moral pergerakan. Beberapa waktu kemudian laporan
tentang perubahan yang dramatis yang dibuat Sukarno muncul terus
menerus. Dua arus pendapat muncul dalam koran Indonesia. Satu pihak
148 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya