Page 172 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 172
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Syukurlah bulan Maulud,
Memberi kita isi perut,
Engkau kasih perasaan,
Allah punya kecintaan.
Ini bulan memang waktunya,
Hasil tanah dikumpulkan,
Tetapi biar semuanya,
Tuhan jangan dilupakan.
Tuhan ada pohon selamat,
Yang kasih segala berkat,
Biarlah kita jangan lambat,
Dari dosa lekas tobat.
Padi yang jeli selamanya,
Tunduk dirinya pada temannya,
Tapi padi yang tiada isinya,
Tinggi hati itu adanya.
Biarlah kita semuanya,
Seperti padi yang berisi,
Tunduk diri selamanya,
Pada Allah yang Mahasuci.
Sementara itu, bentuk pengucapan yang memang tidak terlalu
terikat oleh bentuk pantun dan syair tercatat mulai banyak dihasilkan
oleh sastrawan pada abad ke-20 dan sesudahnya. Para sastrawan ini
melakukan cara yang sedemikian itu tentu sebagai akibat dari
perkembangan intelektualitas atau pendidikan yang telah mereka
tempuh atau mereka dapatkan yang dengan sendirinya memberi mereka
wawasan akan khazanah sastra dunia yang memang tidak lagi selalu
mengikuti atau terikat pada pola-pola tertentu. Salah seorang pesastra
Indonesia, sebagai contoh, yang banyak menuangkan gagasan
kebangsaannya melalui sajak, adalah Muhammad Yamin, yang salah
sebuah sajaknya dikutip di sini.
164 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya