Page 175 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 175

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern




                memperoleh tempat dalam ruang berkisah itu. Baru pada akhir abad ke-
                19,  bentuk  prosa  yang  dapat  saja  berupa  novelet,  fuiletton  atau  cerita
                bersambung, maupun novel—yang pada masa itu lebih populer dengan
                sebutan “roman”—mulai ditulis orang dengan pengungkapan peristiwa
                biasa dan sehari-hari dengan penyelesaian yang biasa pula.

                        Berkaitan  dengan  genre  prosa  ini,  baik  yang  berujud  cerpen,
                novelet, atau novel, data yang ada menunjukkan bahwa karya terawal
                yang  dapat  disebutkan  di  sini  adalah  karya  G.  Francis  yang  berjudul
                Tjerita  Njai  Dasima  dengan  anak  judul  Soewatoe  korban  dari  pada
                pemboedjoek.  Tjerita  bagoes  sekali,  jang  belon  berapa  lama  soedah  djadi  di
                Betawi,  akan  mendjadi  peladjaran  bagei  sekalian  prempoean  jang  soeka
                menoeroet  boedjoekan  laki-laki.  Satoe  nasehat  kepada  anak-anak  moeda  dan
                bukan  karya  Adi  Negoro  yang  berjudul  Melawat  ke  Barat,  misalnya,
                seperti disebutkan oleh Hooykaas.   Novel G. Francis ini terbit pertama
                                                 16
                kali pada tahun 1896 di Jakarta, diterbitkan oleh Kho Tjeng Bie & Co.
                                                                                  17
                        Secara   alami,   terutama   juga    dengan    mengindahkan
                kecenderungan  dunia  penulisan  pada  umumnya  serta  situasi  sosiologis
                yang  melingkupi  masa  itu,  sejujurnya  harus  diakui  bahwa  semestinya
                bukan  karya  sastra  berbentuk  novel  yang  mengawalinya  tetapi  cerpen
                sebab energi yang dipakai untuk merangkai kisah dengan kompleksitas
                masalah, bukan hal yang sederhana dan mudah dilakukan oleh banyak
                orang.  Akan  tetapi,  dari  pendataan  yang  telah  dilakukan,  novel  inilah
                yang  dapat  diketemukan  dan  akhirnya  untuk  sementara  ini  harus
                ditetapkan pula sebagai novel paling awal dalam lintasan sejarah sastra
                Indonesia modern. Bahwa pengarangnya bukan orang “Indonesia asli”
                melainkan  seorang  Indo,  tidak  perlu  dipertentangkan  sebab  di  masa
                ketika  identitas  keindonesiaan  belum  jelas  benar,  merupakan  hal  yang
                naif  dan  mengada-ada  sekiranya  orang  “Indonesia  asli”  yang  harus
                dipakai  sebagai  penanda.  Perihal  “keaslian”  atau  “kepribumian”  ini
                merupakan  suatu  wacana  yang  akan  sulit  diketemukan  titik-temunya
                mengingat masyarakat atau bangsa Indonesia dari dulu sampai sekarang
                memang sangat heterogen atau beragam.

                4.2.3.  Drama
                        Populasi  drama—dalam  pengertian  sebagai  bentuk  yang  ketat
                dalam hal dialog dan petunjuk pemanggungannya—kapan dan di mana
                pun,  senantiasa  menunjukkan  tingkat  yang  selalu  tertinggal
                dibandingkan  dengan  populasi  prosa  maupun  puisi.  Di  Indonesia,
                keadaan dan situasi penulisan drama juga seperti itu. Namun demikian,
                karya  drama  modern  Indonesia  yang  pertama  ternyata  tidak  terlalu



                                              Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya   167
   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179   180