Page 178 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 178

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern



                sekarang,  jika  mau  masuk  ke  ruang  kesadaran  kontekstual  di  kala
                penjajahan  itu,  niscaya  tidak  akan  dengan  mudah  menjumpai  ekspresi
                seperti “merdeka” yang dengan ringan dan tanpa konsekuensi diucapkan
                di  masa  sekarang,  atau  bahkan  dengan  sekadar  menyebut  identitas
                kebangsaan  yang  dibayangkan  atau  yang  diharapkan.  Konteks  zaman
                yang sedemikian itu, penting diingat agar ruang pemahaman kita tidak
                penuh  dengan  cibiran  atau  kesinisan  yang  bersumber  dari  perbedaan
                keadaan zaman.

                        Dengan meletakkan kesadaran secara proporsional seperti itulah,
                niscaya pembaca akan lebih memahami ungkapan atau pilihan kata yang
                secara  kualitas  barangkali  tidak  ada  apa-apanya  dipandang  dari
                kacamata  sekarang,  namun  sangat  boleh  jadi  merupakan  hal  yang
                istimewa di kala itu. Agar pemahaman kita menjadi lebih lengkap, kita
                harus langsung membaca karya-karya sastra yang pernah terbit di masa
                penjajahan  itu.  Dalam  kaitan  ini  yang  lebih  banyak  dipakai  sebagai
                contoh adalah karya yang berupa puisi mengingat bahwa ekspresi akan
                kehendak  untuk  menjadi  bangsa  merdeka  atau  terbebas  dari  belenggu
                penjajahan, banyak muncul dalam ragam sastra ini.
                        Puisi  pertama  yang  dimanfaatkan  sebagai  contoh  adalah  karya
                Djoemantan  yang  diterbitkan  dalam    Poetri  Hindia,  pada  tahun  1909.
                Dalam puisi ini dengan mudah dapat kita rasakan adanya pemahaman
                akan  makna  “kemajuan”  dengan  menampilkan  kontras  antara  “kaum
                kuno”  dengan  “kaum  muda”  yang  identik  dengan  pikiran  maju.  Hal
                “kemajuan” ini, sesungguhnya bukan sesuatu yang baru sebab jika kita
                ingat lagi majalah Insulinde seperti telah dijelaskan di depan, sedari awal
                sudah menyadarkan pembaca akan pentingnya pikiran yang maju, yang
                mampu  mengatasi  dinamika  zaman.    Sayang  sekali,  sampai  saat  ini
                belum diperoleh adanya sajak atau karya lain yang dimuat Insulinde yang
                menggambarkan suatu kehendak untuk maju itu.

                        Yang  juga  menarik  dari  puisi  Djoemantan  adalah  adanya
                persoalan  yang  ditinjau  dari  dimensi  kesetaraan  gender,  yang  ternyata
                sudah  diperdengarkan  sejak  lama,  yaitu  suara  untuk  mengedepankan
                kesetaraan  di  antara  laki-laki  dan  perempuan  di  masa  ketika  laki-laki
                sangat  dominan  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Sayangnya,  hingga
                sekarang, tidak dapat dilacak, siapakah sesungguhnya Djoemantan itu.
                Adakah  ia  nama  asli  atau  samaran?  Atau,  mungkinkah  ia  seorang
                wanita?  Jika  Djoemantan  adalah  seorang  wanita,  perlu  kiranya  ada
                penelitian lanjutan berkenaan dengan keberadaan wanita pengarang dalam
                perjalanan sastra modern di Indonesia mengingat bahwa sejauh ini, wanita



                170    Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
   173   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183