Page 177 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 177
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
sebagai pemroduksi budaya baru bagi para konsumen atau penontonnya
dengan secara diam-diam menanamkan “nilai-nilai” baru yang serba
identik dengan apa yang disebut sebagai “kemoderenan”. Segala
penampilan, cara berdandan, logat bicara, dan segenap atribut yang
beroperasi di dalam film melalui tokoh-tokoh dalam film itu, secara
terselubung telah mengkonstruksi suatu budaya baru yang kemudian
identik dengan kekotaan dan tentu juga kemoderenan.
Kehadiran film yang mampu menampilkan gambar serta cerita
yang lebih memikat karena banyak adegan atau aksi yang dianggap lebih
menawan, secara perlahan-lahan menggeser atau meminggirkan seni
pertunjukan lain seperti sandiwara dan komedi stambul yang
sebelumnya merupakan primadona dalam dunia hiburan. Akan tetapi,
hal yang paling lekat dengan berkembangnya budaya baru ini adalah
berkembangnya budaya kota, sebab, khususnya di masa kolonial itu,
bioskop hanya ada di kota besar yang artinya hanya masyarakat kota
saja sebagai konsumen film.
4.3. Kenasionalan atau Keindonesiaan yang Terefleksikan
Dalam menghasilkan suatu karya, siapa pun tentu memiliki
kebebasan untuk memilih tema yang akan ditampilkan. Bisa saja seorang
pengarang menulis mengenai persoalan yang muncul antara tokoh
dengan tokoh lain, tokoh dengan lingkungan sosial, tokoh dengan
dirinya sendiri, tokoh dengan lingkungan alam, maupun tokoh dengan
Sang Pencipta. Persoalan yang muncul dari relasi antara tokoh dengan
entitas lain itu, dapat bermuara pada masalah percintaan, kedengkian,
keiri-hatian, kesetiaan, perselingkuhan, atau persoalan kemanusiaan
pada umumnya; baik yang bersifat sendiri-sendiri maupun yang
mencakup satu komunitas atau masyarakat secara keseluruhan.
Dalam kaitan dengan karya-karya sastra yang terbit pada masa
kolonial di Hindia Belanda, berbagai tema seperti telah disebutkan tentu
juga dapat dijumpai, baik yang masih bernuansa tradisional maupun
yang sudah menggambarkan kehidupan orang per orang secara personal,
namun tentu dengan cara ungkap maupun wawasan yang berbeda
dengan ketika Indonesia sudah merdeka atau dengan situasi Indonesia di
masa kini. Sekaitan dengan aspek tematik ini, pembatasan difokuskan
pada hadirnya kesadaran akan identitas Indonesia maupun
keindonesiaan, di masa ketika Indonesia masih bernama Hindia Belanda
atau ketika masih di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Bagi pembaca
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 169