Page 180 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 180
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
mencapai kemajuan tersebut, syarat yang diperlukan adalah
menghilangkan kekunoan, yang tentu maksudnya adalah ‘hal-hal lama
yang membelenggu’.
Akan tetapi yang cukup istimewa dari sajak ini, dan oleh karena
itu pantas untuk dicatat, adalah adanya “seruan”—seperti tersurat dalam
judul—bagi kaum wanita untuk turut menimba ilmu dan memperkaya
diri dengan pengetahuan. Tema yang berupa ajakan atau seruan ini
dapat dikatakan jelas dan cukup istimewa untuk zamannya mengingat
bahwa kesetaraan gender sudah memasuki ruang kesadaran sejumlah
orang—sekurang-kurangnya adalah si penulis puisi—pada zaman itu.
Memang bukan hanya Djoemantan seorang yang mempunyai
gagasan untuk menyinggung posisi wanita dalam kehidupan; pejuang
yang juga aktif dalam dunia intelektual, bernama Sutomo, pun telah
menempatkan wanita dalam keseteraannya dengan pria. Sajaknya yang
23
berjudul “Teringat Tanah Air” secara tersurat telah memperlakukan
wanita secara sejajar dengan pria, dan secara tersirat diajak serta untuk
turut ambil bagian dalam menjaga tanah air. Sutomo yang adalah “Dr.
Sutomo” yang ikut mendirikan Budi Utomo, adalah penulis sajak ini
yang besar kemungkinan menuliskan sajak ini sepulangnya kembali dari
menempuh pendidikan di Amsterdam.
Latar belakang pendidikan tinggi dan keterlibatannya yang
intensif dalam olah nalar secara formal di dunia akademis serta
pergerakan itulah yang agaknya telah menggerakkannya untuk
mempunyai sikap yang intelektualistis dan mendahului zamannya.
Pikiran-pikiran yang dipergunakan untuk menanggapi perkembangan
zaman, yang dapat berupa renungan atau refleksi atas keadaan, tersirat
dalam sajak berikut. Kandungan dari sajak ini juga dapat dikatakan
sebagai sudah moderen dibandingkan dengan alam pikiran yang
biasanya ada pada zaman itu yang lebih banyak berkutat pada
kecenderungan pengagungan masa silam atau puja-puji terhadap
kegemilangan yang pernah ada. Sajak karya Sutomo tersebut adalah
sebagai berikut.
Teringat Tanah Air
Nyanyian, suara pencari yang Nyata
Mengetuk pintu alam yang baka,
Tetapi, ... tetapi,
Jangan lalui kemasyhuran dan kemewahan,
Hiduplah di hadapan Tuhan dan kemanusiaan.
172 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya