Page 185 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 185
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
barangkali pada dinamika zaman kala itu yang secara cepat mengalami
suatu pergerakan pemahaman akan konsep “tanah air” yang tentu saja
bermuara pada wawasan serta gagasan yang melandasi atau yang
berkembang pada masing-masing orang. Konsepsi kenasionalan yang
bertumpu dari pemahaman akan “tanah air” bagaimanapun adalah
konsepsi yang abstrak yang—tidak seperti sekarang—semuanya bertolak
dari sebuah rekonstruksi meraba-raba yang tentu saja berbeda-beda pada
setiap orang. Kebelumjelasan akan wilayah “indonesia” misalnya,
sangat mendampingi pemahaman mereka akan apa yang disebut dengan
“tanah air” itu.
Kembali kepada pemahaman Sanoesi Pane mengenai “tanah
air” ini, pada dasarnya cukup dapat dipahami sebab ia mengemukakan
gagasannya itu jauh sebelum ada peristiwa Kongres Pemuda. Seperti
sudah diungkapkan, sajak Sanoesi Pane ditulis pada tahun 1921
sedangkan sajak Muhammad Yamin ditulis dua hari menjelang peristiwa
Sumpah Pemuda di tahun 1928, yang secara nalar tentu dapat
dimengerti adanya pemahaman dan penghayatan yang berbeda akan
identitas “tanah air” itu. Bahwa tahun 1921, tahun ketika Sanoesi Pane
melahirkan sajak tersebut hanya beberapa tahun dari tahun 1928, hal itu
tidak dapat disangkal. Namun bahwa pergerakan dan perubahan
pemahaman di masa ketika Indonesia belum terbentuk dan masih di
bawah kolonialisme, juga merupakan faktor yang harus dipergunakan
untuk memahami suatu entitas besar yang bernama Indonesia. Sekaitan
dengan pemahaman akan dimensi wilayah dalam tautannya dengan
kenasionalan ini, silakan simak sajak Muhammad Yamin yang dikutip
secara lengkap berikut ini.
Indonesia, Tumpah Darahku
27
Bersatu kita teguh
Bercerai kita jatuh
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir berderai,
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya,
Dilingkar air mulia tampaknya:
Tumpah darahku Indonesia namanya.
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 177