Page 184 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 184
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
yang terbebas dari penjajahan, baik oleh penjajah dari luar maupun
penjajah yang dianggap sebagai satu bangsa pada waktu itu. Dari
sejumlah sajak yang mengungkapkan mengenai “tanah air”, konsep atau
pemahaman mengenai entitas ini tidak semuanya sama dengan konsep
tanah air sebagaimana kita pahami sekarang, baik secara ideologis
maupun geografis. Pesastra yang bernama Sanoesi Pane, misalnya,
membayangkan “tanah air” itu sebatas meliputi atau berkenaan dengan
“nasib” Pulau Sumatra yang adalah asal dari dirinya, seperti tampak
pada sajaknya yang diterakan berikut ini.
Tanah Airku
26
Laksana mahkota intan permata,
Kujunjung tinggi, muda juwita;
Emas kencana permainan kata,
Kujunjung tinggi tandanya cinta.
Biar dicencang sampai mati,
Tiada ‘kan musnah cinta di hati;
Biarpun uang beribu keti,
Tiada kan kujual perasaan di hati.
Pulau Perca, Pula Andalas,
Hatiku selamanya suci dan ikhlas;
Menolong engkau tiadalah malas,
Senantiasa hari tiadalah tewas.
Walau di pasir, ditanami sari
Di kebun bunga, hutan baiduri;
Wajahmu di hati berseri-seri,
Kuingat-ingati setiap hari.
Ayuhai Sumatera permata ratna,
Meninggalkan engkau badanku lena;
Rasakan hati sudahlah fana,
Sakitnya tak dapat dituliskan pena.
Apa yang telah disuratkan oleh Sanoesi Pane dalam karyanya,
yang membayangkan “tanah air”-nya hanya sebatas Sumatra, berbeda
dengan apa yang dikemukakan oleh sastrawan lain, semisal oleh
Muhammad Yamin, yang dalam sajaknya tidak lagi sekadar berkutat
atau berkenaan dengan semata-mata hanya Sumatra. Penyebabnya
176 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya